News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tolak PP Kesehatan, APARSI Sebut Aturan Zonasi Penjualan Produk Tembakau Ancam Warung Kecil Tutup

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023). Pemerintah berencana menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen mulai 1 Januari 2024 yang akan berdampak terhadap harga jual eceran rokok di masyarakat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) yang mewakili para pelaku usaha pasar rakyat menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Penolakan ini lantaran sejumlah pasal terkait pelarangan penjualan produk tembakau dinilai akan mengancam keberlangsungan usaha pedagang pasar.

Ketua Umum APARSI, Suhendro mengungkap salah satu pasal yang ditolak adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain, serta larangan menjual rokok secara eceran.

Aturan ini dinilai masih terlalu rancu untuk diberlakukan.

“Kami menolak keras dua larangan ini karena beberapa faktor. Salah satunya karena banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah, institusi pendidikan, atau fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak berasal dari penjualan produk tembakau,” kata Suhendro dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).

Dengan kondisi tersebut, Suhendro memaparkan, larangan terhadap produk tembakau yang ditegaskan dalam PP Kesehatan ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang sampai saat ini masih baru bertumbuh dari imbas pandemi beberapa tahun sebelumnya. 

Ia memperkirakan omzet pedagang pasar bisa turun 20-30 persen, bahkan juga mengancam tutupnya usaha karena komoditas produk tembakau jadi penyumbang terbesarnya.

“Jika aturan ini diberlakukan, kami telah menghitung penurunan omzet usaha sebesar 20-30 persen, bahkan sampai pada ancaman penutupan usaha,” katanya.

Sebelumnya, Suhendro sudah menyuarakan penolakannya bersama dengan Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI) yang meminta pemerintah menghapus aturan pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. 

Namun pasal tersebut justru disahkan dalam PP Kesehatan, sehingga APARSI menyesalkan sikap pemerintah yang tidak mengakomodir suara rakyat.

Aturan ini menurutnya sama seperti hendak mematikan usaha perdagangan rakyat. Terlebih pedagang kelontong yang banyak bergantung pada penjualan produk tembakau.

Berkenaan dengan ini, Suhendro mewakili APARSI mengambil sikap tegas untuk menolak pemberlakuan PP Kesehatan Nomor 28/2024 yang dinilai mendiskreditkan usaha pedagang pasar. 

Ia menyebut, pemerintah semestinya memberikan edukasi yang menyeluruh untuk mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia, daripada mengeluarkan aturan yang dapat mematikan usaha rakyat.

Baca juga: Pemerintah Larang Jual Rokok Eceran, Pedagang: Padahal Untungnya Gede

“Kalau melihat kondisi di lapangan saat ini, aturan ini sama saja ingin mematikan usaha perdagangan rakyat. Jika diterbitkan, maka rantai pasok antara pedagang grosir pasar dengan pedagang kelontong bisa rusak akibat regulasi yang tidak berimbang tersebut,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini