“Apabila memang ada keterangan yang tidak terkait langsung, keterangan tersebut dapat dibuat dalam bentuk laporan pengembangan penuntutan, untuk diserahkan kepada pimpinan dan diputuskan, kemudian dianalisis dalam hasil ekspose atau bila ada surat perintah penyidikan yang masih berjalan,” kata Tessa.
Sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara Suryanto Andili yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus korupsi tersebut menjelaskan bahwa AGK menggunakan kode Blok Medan dalam memuluskan pengurusan izin tambang yang diduga dimiliki Bobby Nasution.
Suryanto menjelaskan dirinya sempat diajak bertemu dengan salah satu pengusaha di Medan, Sumatera Utara.
Adapun tujuannya dalam rangka pengurusan perizinan usaha pertambangan milik Bobby.
Kala itu, Suryanto menggantikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara, Bambang Hermawan, yang tidak bisa datang.
Pihaknya pun tidak membantah adanya pertemuan dengan salah satu pengusaha di Medan.
Dalam persidangan itu, Suryanto sempat dicecar Jaksa soal keterlibatan Muhaimin Syarif alias Ucu di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut.
Diketahui sebelum dicopot, Muhaimin merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Malut.
Soal istilah “Blok Medan”, kalimat itu pertama kali keluar dari mulut Muhaimin Syarif yang sudah diperiksa pada kesempatan sebelumnya.
“Kemarin kan kita sudah periksa Pak Muhaimin Syarif, ada istilah Medan. Medan? Kenapa ada istilah Medan? Bukannya Ternate atau Obi? Kenapa Pak?” tanya Jaksa KPK.
Lantaran Suryanto tidak mau menjawab dengan jelas, Jaksa pun membujuknya agar berterus terang.
“Saya ingin keterusterangan Bapak. Apa yang dimaksud Medan? Blok itu milik Medan? Apa Pak?” cecar Jaksa.
“Di situ yang saya tahu disampaikan itu Bobby,” jawab Suryanto.
Jaksa KPK pun meminta Suryanto memperjelas siapa Bobby yang dimaksud terkait tambang di Malut.