TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP Partai Golkar Meutya Hafid mengungkapkan agenda apa saja yang akan dibahas dalam rapat pleno Golkar yang akan pada malam ini, Selasa (13/8/2024), tepatnya pukul 19.00 WIB.
Diketahui rapat pleno Golkar ini akan digelar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta.
Menurut Meutya Hafid, alasan utama digelarnya rapat pleno Golkar ini adalah untuk menindaklanjuti pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum (Ketum) Golkar.
"Sehubungan dengan keputusan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto untuk mundur yang telah disampaikan pada hari Sabtu 10 Agustus 2024."
"Maka DPP Partai Golkar akan menggelar rapat pleno pada Selasa, 13 Agustus pukul 19.00 WIB," kata Meutya Hafid dilansir Kompas.com, Selasa (13/8/2024).
Lebih lanjut Meutya Hafid menyebut ada tiga agenda dalam rapat pleno Golkar nanti malam.
Pertama yakni pembacaan surat pengunduran diri Airlangga Hartarto.
Kedua, menentukan pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar, menggantikan jabatan Airlangga Hartarto yang kosong.
Ketiga, menentukan jadwal rapat pimpinan nasional (Rapimnas) dan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
Meutya Hafid menegaskan, nantinya rapat pleno Golkar ini akan dilaksanakan dengan semangat musyawarah mufakat.
Kemudian terkait pemilihan Plt Ketum Golkar, Meutya Hafid ingin agar tidak dilakukan dengan sistem voting atau pemungutan suara.
Baca juga: Golkar, PKB, dan PKS Mulai Goyang Jelang Pilkada dan Pengumuman Calon Menteri Prabowo
Meutya Hafid ingin agar para Wakil Ketua Umum (Waketum) Golkar bisa duduk bersama dan bermusyawarah untuk bisa memilih sosok Plt Ketum Golkar.
Pasalnya menurut Meutya Hafid, masih banyak kader Golkar yang merasa kaget akan keputusan Airlangga Hartarto yang mundur dari kursi Ketum.
Untuk itu Meutya Hafid tidak ingin pemilihan Plt Ketum Golkar ini dipaksakan untuk dipilih dengan cara voting.
“Kader masih terkaget dengan Keputusan Ketum, jangan dipaksa untuk voting,” ungkap Meutya Hafid.
Jokowi Dikaitkan dengan Mundurnya Airlangga
Diketahui sebelumnya, Airlangga Hartarto mengumumkan mundur sebagai Ketua Umum Golkar melalui sebuah rekaman video.
Pengunduran diri Airlangga ini terhitung sejak Sabtu (10/8/2024).
"Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim serta atas petunjuk Tuhan Yang Maha Besar, maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai ketua umum DPP partai Golkar. Pengunduran diri ini terhitung sejak semalam yaitu Sabtu 10 Agustus 2024," kata Airlangga.
Mundurnya Airlangga dari kursi Ketum Golkar ini kemudian dikaitkan dengan Presiden Jokowi.
Terlebih sebelum menyatakan mundur dari jabatan, Airlangga sempat bertemu dengan Jokowi, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Kala itu, Airlangga mengenakan batik lengan panjang tiba di Istana pukul 14.07 WIB.
Ia sempat melintas di halaman belakang Istana Negara dan menjawab singkat saat ditanya wartawan.
Baca juga: Airlangga Mundur, Dewan Pakar: Jokowi Bagus Pimpin Golkar Ke Depan
Pertemuan antara Airlangga dan Presiden berlangsung hampir dua jam. Airlangga keluar dari Istana sekitar pukul 15.49 WIB
Airlangga tampak membawa map hitam.
Ia tersenyum sambil mengangkat map tersebut ketika ditanya tentang agenda pertemuan dengan Presiden.
Dirinya tak menjawab secara eksplisit saat ditanya perihal pertemuan dengan Jokowi.
Namun, Airlangga menyatakan, pertemuan itu membahas perkembangan perekonomian terkini.
"Update ekonomi tadi," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai kursi kepemimpinan Golkar besar kemungkinan akan diduduki oleh salah satu dari dua orang.
Baca juga: Demokrat Yakin KIM Tetap Solid Meski Airlangga Mundur dari Ketum Golkar: Kita Ini Partai Penguasa
Presiden Jokowi atau anaknya yang merupakan wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka.
"Kalau Airlangga mundur, bisa jadi (yang menggantikan) kalau enggak Jokowi, ya Gibran, arah-arahnya ke sana," kata Ujang saat dikonfirmasi, Senin (12/8/2024).
"Jadi saya melihatnya bahwa tidak mungkin Airlangga mundur kalau tidak ada tekanan," sambungnya.
Lebih lanjut, ia juga melihat berbagai cara tampak dilakukan guna mendesak Airlangga mundur dari jabatannya supaya ruang gerak baik bagi Jokowi atau Gibran bisa jadi makin terbuka lebar.
"Bisa jadi tekanan itu dilakukan intinya agar Airlangga mundur dan memberi ruang gerak kepada Gibran atau Jokowi untuk bisa jadi Ketua Umum Golkar, kelihatannya begitu walaupun harus menabrak aturan dan lain sebagainya," tuturnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Muhammad Zulfikar)(Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)