Sebelumnya, Yudian juga menjelaskan setiap calon anggota Paskibraka tahun 2024 melakukan pendaftaran secara sukarela serta telah menandatangani pernyataan soal tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka.
Mereka juga disebut telah menyetujui lampiran persyaratan calon Paskibraka yang mencantumkan tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Deputi Diklat Nomor 1 tahun 2024.
"Pada saat pendaftaran, setiap calon Paskibraka tahun 2024 mendaftar secara sukarela untuk mengikuti seleksi administrasi dengan menyampaikan surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai Rp10.000," tulis Yudian.
Ditambah lagi, BPIP juga telah menerbitkan Peraturan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Paskibraka yang mengatur tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka.
"Aturan tersebut untuk tahun 2024 telah ditegaskan dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka” ujar Yudian lagi.
DPR Kritik BPIP
Anggota Komisi II DPR RI fraksi PAN Guspardi Gaus mengecam BPIP buntut 18 Paskibraka putri itu melepas jilbab.
Padahal, dalam kesehariannya 18 Paskibraka muslimah itu menggunakan jilbab atau hijab
"Jika benar ada larangan anggota Paskibraka memakai jilbab, maka larangan itu harus dihapus dan dicabut, kata Guspardi kepada wartawan, Kamis (15/8/2024).
Menurutnya, jika ada arahan atau instruksi pelepasan jilbab bagi Paskibraka perempuan yang akan bertugas dalam giat HUT RI, tindakan itu dianggap diskriminatif dan melanggar ketentuan agama.
Sementara, dari sisi konstitusional bertentangan dengan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 yang berbunyi:
1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Guspardi juga mengatakan hal tersebut tidak sesuai dengan sila Ketuhanan yang Maha Esa.
"Kemudian juga tidak sesuai dengan Sila Ketuhanan yang Maha Esa yang menjamin hak melaksanakan ajaran agama serta tidak mencerminkan dengan nilai-nilai Pancasila yang selama ini menjadi inti dari program BPIP," ujarnya.