TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kembali menghadirkan Wakil Direktur Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu, Fify Mulyani sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang yang menjerat Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh.
Fify Mulyani dalam hal ini akan dihadirkan untuk memberikan keterangan sebagai teman Gazalba Saleh dalam persidangan Kamis (15/8/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Sebagaimana yang sudah kami ungkapkan dihadapan Majelis Hakim pada persidangan lalu, hari ini Tim Jaksa kembali akan menghadirkan saksi Fify Mulyani, ASN/ Wadir RSUD Pasar Minggu," ujar Kasatgas Penuntutan, Wawan Yunarwanto dalam keterangannya, Kamis (15/8/2024).
Jaksa pun mewanti-wanti bahwa setiap orang yang dipanggil untuk memberikan keterangan di persidangan, diwajibkan untuk memenuhi panggilan tersebut.
"Perlu kami ingatkan lagi, hadir sebagai saksi adalah kewajiban hukum," kata jaksa Wawan.
Fify sendiri sebelumnya pernah bersaksi dalam persidangan kasus Gazalba Saleh pada Kamis (8/8/2024) lalu.
Namun hari ini, jaksa akan menghadirkannya lagi untuk diperiksa terkait cicilan KPR rumah di Sedayu City.
Sebab saat diperiksa pada Kamis (8/8/2024) lalu, Fify mengaku bahwa dia membayar cicilan KPR menggunakan uangnya.
Namun kini KPK memiliki bukti lain bahwa uang untuk melunasi KPR tersebut diduga berasal dari Gazalba Saleh.
"Jadi kemarin kan disampaikan bahwa yang bersangkutan ini kan ada membayar KPR secara tunai. Itu yang kami curigai bahwa itu ada aliran uang dari Gazalba kepada Fify Mulyani. Nah kita ada bukti-bukti lain yang akan kita counter terkait dengan pembelaan tersebut," jelas jaksa Wawan Yunarwanto usai persidangan Senin (12/8/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Baca juga: Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Beli Kaca Rp 13 Juta untuk Rumah Teman Perempuan
Untuk informasi, nama Fify Mulyani termaktub di dalam dakwaan kasus dugaan TPPU Gazalba Saleh.
Di dalam dakwaannya, jaksa mengungkapkan bahwa Gazalba Saleh melakukan berbagai cara untuk menyamarkan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan.
Satu di antaranya, dengan membayari kredit pemilikan rumah (KPR) Fify Mulyani di Sedayu City at Kelapa Gading Cluster Eropa Abbey Road 3.
Uang yang digelontorkan untuk pembayaran KPR itu mencapai Rp 3,891 miliar.
"Bahwa untuk menyamarkan transaksi tersebut, maka pembeelian dilakukan oleh terdakwa dengan menggunakan nama Fify Mulyani," kata jaksa di dalam dakwaannya.
"Kemudian pada tanggal 25 Februari 2019, Fify Mulyani melakukan pembayaran booking fee sebesar Rp 20.000.000 dan membayar uang muka sebesar Rp 390.000.000 secara mengangsur sebanyak enam kali," kata jaksa lagi.
Adapun perkara yang menyeret Gazalba Saleh sebagai terdakwa ini berkaitan dengan penerimaan gratifikasi 18.000 dolar Singapura dari pihak berperkara, Jawahirul Fuad.
Jawahirul Fuad sendiri diketahui menggunakan jasa bantuan hukum Ahmad Riyad sebagai pengacara.
Selain itu, Gazalba Saleh juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan Rp 9.429.600.000 dari pengurusan perkara-perkara lainnya di lingkungan MA.
Total nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh senilai Rp 25.914.133.305 (Dua puluh lima miliar lebih).
"Bahwa terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika serta Rp 9.429.600.000,00," kata jaksa KPK dalam dakwaannya.
Akibat perbuatannya, dia dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Hakim Agung itu juga diduga menyamarkan hasil tindak pidana korupsinya, sehingga turut dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam dakwaan TPPU, Gazalba Saleh dijerat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.