Ia menekankan pentingnya tata ruang dalam proses pembangunan.
Tata ruang, kata dia, harus menjadi panglima dalam pembangunan.
"Sehingga tidak ada masalah di kemudian hari, tetapi kita bisa menjelaskan bahwa jika ada tanah yang memang kita butuhkan untuk pembangunan nasional atau pembangunan daerah itu sendiri bisa untuk fasilitas, transportasi fasilitas umum, termasuk sarana pendidikan, kesehatan," kata dia.
"Tentu dalam prosesnya, dalam praktiknya kita harus tetap menghargai menghormati segala-segala yang mereka telah miliki selama ini," sambung dia.
Terkait implementasi pendaftaran tanah ulayat, Kementerian ATR/BPN menyatakan telah melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat sejak 2021 - 2023.
Sampai dengan tahun 2023, potensi keberadaan tanah ulayat tercatat mencapai sekitar 3,8 juta hektare yang tersebar di 16 provinsi lokasi inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat.
Sebanyak 16 provinsi tersebut antara lain Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah, Papua, dan Papua Barat.
Kementerian ATR/BPN juga menyatakan telah melakukan tindak lanjut data ulayat sebagai pilot project di Provinsi Sumatra Barat dan Papua pada 2023.
Hasilnya, terbit Sertipikat HPL untuk enam bidang di Sumatra Barat dan tiga bidang di Papua.
Keenam bidang Sertipikat HPL di Sumatra Barat tersebut antara lain di Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sungai Kamuyang, Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak satu bidang; KAN Sikabu-kabu Padang Panjang sebanyak dua bidang; KAN Sungayang Kabupaten Tanah Datar sebanyak tiga bidang.
Sementara itu, tiga bidang Sertipikat HPL di Papua diserahkan kepada Masyarakat Hukum Adat Kampung Sawo Hnya di Kabupaten Jayapura
Kementerian ATR/BPN juga menyatakan pada 2024 telah terbit beberapa Sertipikat HPL untuk tanah ulayat.
Sertipikat tersebut antara lain Sertipikat HPL Tanah Ulayat sebanyak satu bidang di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, dan empat Sertipikat HPL Tanah Ulayat di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali atas nama Desa Adat Bangah.
Selain itu tiga Sertipikat HPL Tanah Ulayat kepada Kerapatan Adat Nagari (KAN) Tanjung Bonai Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatra Barat, dan 13 Sertipikat HPL Tanah Ulayat di Kota Sungai Penuh atas nama Masyarakat Hukum Adat Tanah Baserau Tanah Baimbeo.