Pada giliran AHY berpidato, ia pun mengutip petuah yang disampaikan Apai Janggut terkait pentingnya hutan, tanah, dan sungai bagi masyarakat adat.
Selain itu, saat wawancara dengan awak media, AHY juga mengulang kembali petuah dari Apai Janggut tersebut.
"Jadi analogi nilai-nilai adat kultur yang luar biasa tadi sebetulnya akan terus relevan sampai kapanpun," kata dia.
"Dunia sekarang menghadapi krisis iklim. Menghadapi berbagai tantangan akibat penduduk yang semakin besar, tanahnya semakin terbatas, kebutuhan industri dan ekonomi juga makin besar. Oleh karena itu harus kita jaga," sambung AHY.
Untuk itu menurutnya Kementerian ATR/BPN harus benar-benar serius melakukan penataan ruang-ruang wilayah.
Karena menurutnya tata ruang menjadi menjadi salah satu agenda utama pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga alam.
"Itulah mengapa tata ruang menjadi salah satu agenda utama agar pertumbuhan ekonomi ke depan juga semakin terukur dan sekali lagi alam kita terjaga," kata dia.
Baca juga: Gibran: RUU Masyarakat Adat Wajib Disahkan Agar Tanah Adat Tidak Lagi Dirampas
Konferensi Internasional tentang sertifikasi tanah ulayat yang diselenggarakan pada 4 sampai 7 September di Kota Bandung itu mengangkat tema “Best Practices of Ulayat Land Registration in Indonesia and ASEAN Countries: Socialization of Ulayat Land in Indonesia".
Konferensi tersebut diikuti oleh para delegasi dari pemerintah berbagai negara yang juga menaruh perhatian terhadap tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, di antaranya Thailand, Malaysia, Timor Leste, Laos, dan Filipina.
Kegiatan juga diikuti berbagai Civil Society Organization (CSO) internasional yang juga turut memperjuangkan hak-hak Masyarakat Hukum Adat terutama yang terkait kepemilikan tanah.
Mereka di antaranya World Resources Institute (WRI) Global, Lincoln Institute, Food and Agricultural Organization (FAO), World Bank.
Selain itu, hadir pula perwakilan dari pemerintah daerah dan sejumlah universitas.