TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry Persero.
Penyelidikan dilakukan karena menurut KPK proses akuisisi itu bermasalah.
"Untuk kegiatannya sendiri itu memang legal. Mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi, barang-barang yang dibeli dari PT JN (Jembatan Nusantara) itu juga kondisinya bukan baru-baru," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Menurut KPK, akuisisi JN, sebuah perusahaan ferry terkemuka di Indonesia, melibatkan pembelian 53 kapal bekas yang dianggap tidak memenuhi spesifikasi serta utang perusahaan hampir mencapai Rp600 miliar.
KPK mengklaim terdapat kerugian negara minimal sebesar Rp1,27 triliun, yaitu nilai transaksi itu sendiri.
Asep menjelaskan kapal-kapal milik PT Jembatan Nusantara--ketika diakuisisi otomatis di bawah penguasaan PT ASDP--banyak yang tidak baru.
Kondisi-kondisi seperti itu yang diduga menyebabkan terjadi kerugian keuangan negara.
"Untuk kegiatannya sendiri, misalnya begini, pihak ASDP ini melihat bahwa armada yang ada untuk penyeberangan tentu tidak lagi mencukupi. Misalnya kalau melihat sekarang, mau lebaran penyeberangan kan numpuk, tidak mencukupi lah," tutur Asep.
"Dari sana kemudian diajukanlah program atau proyek untuk penambahan armada, seperti itu, ini legal, boleh, ada kajiannya. Hanya yang menjadi masalah adalah ketika yang dibelinya itu spesifikasinya juga tidak sesuai dan lain-lain," sambungnya.
Baca juga: KPK Periksa Pemilik PT Jembatan Nusantara Terkait Kasus Dugaan Korupsi Akuisisi oleh ASDP
Penyidikan kasus ini dilakukan KPK sejak 11 Juli 2024.
Dalam perkara ini, sudah ada tersangka yang ditetapkan KPK.
KPK juga sudah memeriksa tiga direktur ASDP, termasuk Direktur Utama Ira Puspadewi, dan mantan pemilik JN yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Belakangan para tersangka menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menganggap penetapan sebagai tersangka oleh KPK itu tidak sah.
KPK belum menghadiri sidang gugatan praperadilan tersebut.