Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, NTT - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI menyelenggarakan lokakarya sebagai rangkaian kegiatan Harmony for the Pacific (HfP) yang diikuti negara-negara kepulauan Melanesia pada 9-28 September 2024.
Lokasi kegiatan bertempat di dua wilayah yakni Labuan Bajo dan Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Di Labuan Bajo berfokus pada residensi seniman musik, sedangkan di Maumere untuk seni tari.
Pesertanya adalah 10 seniman tari dan 15 seniman musik dari negara-negara di kawasan Pasifik, khususnya yang berlatar belakang budaya Melanesia seperti Fiji, Kaledonia Baru, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Vanuatu, Tuvalu dan Nauru, serta seniman asal kawasan timur Indonesia (KTI) mencakup NTT, Maluku dan Papua.
Selain belajar kesamaan budaya Melanesia, kegiatan ini sekaligus sebagai upaya diplomasi publik lewat jalur sosial budaya untuk mendukung visi Pacific Elevation atau peningkatan persahabatan antara Indonesia dengan negara Pasifik.
Baca juga: 155 WNI Terancam Hukuman Mati, Kemlu RI: Mayoritas Berada di Malaysia
Penyelenggaraan di Maumere pada Rabu 11 September 2024 diawali dengan lokakarya kolaborasi dramaturgi, collective body yang dipandu kuratorial Laku Hidup yang juga Anggota Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2020-2023 Josh Marcy, di rumah jabatan Penjabat (Pj) Bupati Sikka.
Dilanjutkan mengajak peserta mengunjungi kawasan ekowisata Hutan Mangrove di Desa Reroroja, Megapanda, Kabupaten Sikka.
Dalam sesi pertemuan di rumah jabatan Pj Bupati Sikka, Josh Marcy mengenalkan seni tari tubuh kolektif.
Ia menjelaskan seni tari ini dapat dimaknai bahwa setiap gerakan tubuh adalah bentuk kerja kolektif yang didasari pada keberagaman gerak.
"Dan saya pikir tubuh kolektif berbicara itu, tentu dalam praktik saya itu digerakkan melalui tari, melalui pengetahuan dan pengalaman saya sebagai seniman tari," kata Josh.
Josh menyebut gerakan tari yang dipraktikkan setiap perwakilan negara peserta dalam sesi tersebut juga merefleksikan bahwa keberagaman merupakan pijakannya.
Para peserta diajak mengenal dan memahami budaya dan tarian masing-masing negara, serta menerimanya sebagai sebuah keberagaman.
"Semoga yang bisa kita ilhami itu dialog yang lebih produktif, dialog yang lebih empati, dialog yang juga mengakomodir semua kebutuhan termasuk juga kesenjangan yang kita miliki satu sama lain, yang kemudian bagaimana itu semua bisa bergerak menuju arah yang memang kita sepakati bersama untuk kepentingan bersama," ucapnya.
Baca juga: Kemlu RI Minta Bantuan Otoritas Myanmar Bebaskan WNI yang Disekap dan Disiksa di Myawaddy
Pada sesi berbagi pengalaman ini, setidaknya ada dua orang yang membagikan pengalaman sosial budaya serta gerakan tari mereka yang jadi representatif lingkungan tempat mereka tinggal.