Mereka didatangi oleh belasan orang berpakaian preman.
Selain itu, dalam rombongan tersebut dilaporkan ada juga anggota polisi yang berseragam.
Kepada warga, mereka menyampaikan bahwa kawasan tersebut adalah wilayah kerja mereka.
Namun, warga yang tetap bertahan dan berjaga pada akhirnya mengalami intimidasi dan tindak kekerasan.
"Tindakan belasan orang berpakaian preman didampingi anggota kepolisian yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat Pulau Rempang ini masih terus terjadi," kata Siaran Pers yang terkonfirmasi pada Rabu (18/9/2024).
"Sebelumnya warga juga megalami teror dan alat peraga meraka yang menolak PSN Rempang Eco City dirusak. Dan kami menduga sebagian dari belasan orang berpakaian preman tersebut adalah anggota TNI," sambung siaran pers tersebut.
Untuk itu, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang meminta agar cara-cara intimidasi atau kekerasan pada masyarakat dihentikan.
Baca juga: HUT Polri Ke-78: IPW Beri Catatan Mulai dari Kasus Wadas, Rempang, Afif Maulana hingga Judi Online
Mereka juga meminta agar pembangunan PSN Rempang Eco City dihentikan.
"Ketiga, meminta pada kepolisian untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana tugas pokok dan fungsinya," sambung keterangan tersebut.
Temuan Komnas HAM 2023 Silam
Pada September 2023, Komnas HAM juga pernah menyampaikan sejumlah temuan awal dari proses pemantauan dan penyelidikan terkait konflik di Pulau Rempang.
Atas temuan tersebut, Komnas HAM RI menyampaikan sejumlah posisi dan sikap.
Komisioner Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing saat itu mengatakan satu di antaranya adalah meminta Menteri Koordinator bidang Perekonomian meninjau kembali proyek pengembangan kawasan Pulau Rempang Eco City.
Hal itu disampaikannya saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Jumat (22/9/2023).
"Meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar meninjau kembali Pengembangan Kawasan Pulau Rempang Eco City sebagai PSN (Proyek Strategis Nasional) berdasarkan Permenko RI Nomor 7 tahun 2023," kata Uli.