TRIBUNNEWS.COM - Ibunda dr Aulia Risma, Nuzmatun Malina mengungkap sederet perundungan atau bullying yang dialami anaknya selama menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip.
Nuzmatun menyebut dr Aulia sempat mencurahkan isi hatinya selama menempuh program pendidikan tersebut.
Ia mengungkap, dr Aulia kerap dipaksa bekerja nonstop di RSUP dr Kariadi Semarang.
Akibatnya, dr Aulia dan rekan PPDS Anestesi Undip lainnya mengalami kelelahan hebat.
Bahkan, menurut Nuzmatun, dr Aulia sempat mengalami kecelakaan tunggal akibat kelelahan.
"Tanggal 25 Agustus 2022, karena saking ngantuknya dia jatuh ke selokan, sampai dia sadar sendiri, malam-malam dini hari, sampai dia bangun sendiri, apa yang terjadi, sakitnya seperti apa," ucap Nuzmatun, dikutip dari Kompas.com, Kamis (19/9/2024).
Buntut dari kecelakaan tunggal itu, dr Aulia harus menjalani dua kali operasi pada 2023 dan 2024.
Nuzmatun menyebut, sejak awal masuk PPDS Undip pada 2022 dr Aulia kerap menceritakan penderitaannya.
Satu di antaranya, dr Aulia dan mahasiswa PPDS Anestesi lainnya harus menyiapkan ruang operasi pada pukul 03.00 WIB.
Mendengar keluh kesah putrinya, Nuzmatun sempat mendatangi Kaprodi agar tidak mempekerjakan putrinya secara berlebihan.
Namun, kala itu pihak Kaprodi beralasan hal tersebut untuk menguatkan mental para dokter saat menghadapi berbagai pasien.
Baca juga: PPATK Sudah Lapor Dugaan Pemerasan PPDS UNDIP Sejak Tahun 2022, Tapi Dicuekin KPK
"Beberapa kali saya menghadap, tapi perlakuannya masih tetap seperti itu," katanya.
Selain itu, Nuzmatun juga menyebut dr Aulia dulu mengaku kerap dibentak saat menjalani praktik di RSUP Kariadi bersama mahasiswa PPDS Anestesi lainnya.
Adanya Setoran Rp225 Juta
Dalam kesempatan itu, Nuzmatun turut membantah pernyataan pihak Undip terkait iuran mahasiswa PPDS Undip.
Sebelumnya, Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko mengatakan iuran mahasiswa PPDS Undip hanya berlaku pada semester 1.
Namun, pernyataan Yan itu dibantah Nuzmatun.
Ia menegaskan, iuran tidak hanya dibayarkan dr Aulia pada semester 1 perkuliahan.
Dijelaskannya, iuran juga masih disetorkan setelah dr Aulia melewati semester 1 PPDS Anestesi Undip.
Nuzmatun menegaskan, dr Aulia dimintai iuran puluhan juta selama menjalani praktik di RSUP dr Kariadi.
"Mengalirnya dana dari saya selaku ibu mengirim ke almarhumah juga sudah saya sampaikan. Sudah saya laporkan," jelasnya.
Nuzmatun mengakui, nominal yang disetorkan pada semester 1 lebih besar dibandingkan pada semester selanjutnya.
Namun, penarikan iuran terus berlangsung meski dr Aulia telah melewati semester 1.
Baca juga: Soal Pemalakan Rp 40 Juta di PPDS Anestesi Undip, DPR Desak Pihak yang Terlibat Disanksi Maksimal
Ia menyatakan, penarikan iuran itu digunakan untuk kebutuhan angkatan.
Bahkan, beberapa hari sebelum dr Aulia meninggal dunia, iuran tersebut masih dibayarkan.
"Terakhir membayar sampai terakhir, karena bulanan, Agustus itu masih," beber sang ibu.
Sementara itu, pengacara keluarga korban, Misyal Ahmad mengatakan total iuran yang dibayarkan dr Aulia mencapai Rp 225 juta.
29 Saksi Diperiksa
Mengutip TribunJateng.com, Polda Jawa Tengah (Jateng) hingga kini masih melakukan penyelidikan terkait kasus bullying dr Aulia.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto mengatakan pihaknya telah memeriksa 29 saksi yang terdiri dari keluarga korban, staf Kemenkes, Kemendikbudristek, teman seangkatan korban, pihak yang berkomunikasi dengan korban, dan bendahara angkatan PPDS.
"Sementara dari yang seangkatan dulu. Nanti para seniornya menyusul," terangnya.
Artanto menyebut, keluarga dr Aulia telah menyerahkan sejumlah bukti dalam kasus ini.
Satu di antaranya, adanya invoice pemesanan hingga tangkapan layar percakapan WhatsApp.
"Ada nominalnya, tapi tidak saya sampaikan. (Apakah sampai ratusan?) ya adalah, nanti penyidik yang akan menyampaikan," lanjut Artanto.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Pengakuan Undip Soal Adanya Bully di PPDS Bantu Penyelidikan Polisi: Permudah Proses Pembuktian
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/M Renald S, TribunJateng.com/Iwan Arifianto) (Kompas.com)