TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta hakim untuk independen dan tak dipengaruhi siapapun.
Pernyataan itu disampaikan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
"Hakim independen tak bisa dipengaruhi siapapun," kata dia pada Senin (7/10/2024).
Hal ini menanggapi langkah para pakar hukum yang melakukan eksaminasi terhadap perkara korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming baru-baru ini.
“Kalau versiku ya super jelas, tidak ada alasan untuk menerima PK nya Mardani H Maming. Eksaminasi tidak mengikat, hanya sebatas surat cinta, boleh diterima dan juga boleh ditolak dan hakim independen tidak bisa dipengaruhi siapapun,” kata Boyamin.
Sekadar info, eksaminasi adalah pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim).
Eksaminasi sering disebut dengan legal annotation, yaitu pemberian catatan-catatan hukum terhadap putusan pengadilan maupun dakwaan jaksa.
Boyamin memandang, eksaminasi yang dilakukan para pakar hukum sebagai dinamika belaka.
Pasalnya, kata Boyamin, eksaminasi yang dilakukan para pakar hukum memiliki konten yang mirip dengan saksi-saksi meringankan dalam sidang terpidana korupsi Mardani H Maming.
Pada Senin ini, sejumlah hakim di Indonesia menggelar aksi cuti bersama.
Aksi cuti bersama dimulai pada 6-11 Oktober 2024.
Upaya cuti bersama itu dilakukan untuk meminta pemerintah memperhatikan kesejahteraan.
Selama 12 tahun, gaji dan tunjangan hakim tidak mengalami kenaikan.
Di tengah aksi cuti bersama hakim itu, ada sejumlah perkara yang ditangani.
Salah satu di antaranya perkara peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP), Mardani H Maming di Mahkamah Agung (MA).
Kasus Mardani Maming
Adapun dalam perkara ini, Mardani H. Maming dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar. Dia dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Mardani menerima uang suap senilai Rp118,75 miliar berkaitan dengan persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu. Persetujuan itu dituangkan dalam bentuk SK Bupati 296/2011.
Sumber: TRIBUN BANTEN