TRIBUNNEWS.COM - Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) mengecam keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Ipda Rudy Soik, anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dari dinas Polri.
Sidang PTDH Rudy Soik digelar di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT dilaksanakan sidang Komisi Kode Etik Polri, Jumat (11/10/2024).
Ketua Umum JarNas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengungkapkan Rudy Soik merupakan polisi yang selama ini berhasil dalam menangani kasus-kasus perdagangan orang di Kupang, NTT.
Tetapi, karena komitmen dan keberhasilannya dalam menangani kasus perdagangan orang di Kupang, Rudy Soik sering berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan untuk bisnis perdagangan orang.
"Ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum."
"Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang. Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur," ungkap Sarah, sapaan akrabnya, kepada Tribunnews, Sabtu (12/10/2024).
Politisi Gerindra itu juga menilai Rudy Soik memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota kepolisian.
"Selain itu, pemberhentian dengan tidak hormat terjadi jika anggota Kepolisian melakukan tindakan pelanggaran hukum yang berat."
"Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya menghimbau seharusnya Kepolisian, khususnya tim Etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Harian JarNas Anti TPPO, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, juga sangat menyayangkan tindakan Kepolisian Polda NTT.
Rohaniawan ini menegaskan JarNas Anti TPPO akan mendukung Rudy Soik dalam memperjuangkan hak-haknya.
"Kami akan mengirimkan surat ke Kapolri terkait dengan Keputusan Pemberhentian ini," ungkapnya.
Baca juga: Massa Demo Desak Kapolda NTT Dicopot Geruduk Mabes Polri, Tutup Jalan hingga Bakar Ban
Berjuang Ungkap Mafia BBM
Sementra itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Kombes Pol Ariasandy mengatakan alasan Rudy Soik dipecat.
Rudy Soik dinilai melanggar kode etik profesi Polri berupa ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan cara memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa.
Rudy dianggap melanggar Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri junto Pasal 5 Ayat (1) huruf b,c dan Pasal 10 Ayat (1) huruf (a) angka (1) dan huruf d Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Ipda Rudy sebelumya dituduh selingkuh saat menyelidiki lokasi penimbunan BBM ilegal milik Ahmad, warga Kecamatan Alak, Kota Kupang.
Ipda Rudy saat itu menjabat sebagai KBO Reskrim Polresta Kupang.
Menurutnya, tuduhan itu tidak berdasar.
Setelah Ipda Rudy dan anggotanya menyelidiki lokasi penimbunan BBM ilegal milik Ahmad, mereka kembali ke Restoran Master Piece, Kota Kupang, untuk makan siang.
Di tempat itu pula mereka melaksanakan analisis dan evaluasi (Anev).
"Jarak Master Piece dengan Markas Polda NTT hanya sekitar 100 meter, dan tempat itu kerap digunakan oleh ibu-ibu Bhayangkari untuk acara makan," ungkap Rudy sambil memperlihatkan rekaman CCTV dan izin restoran.
Rudy merasa Ariasandy membangun narasi seolah-olah ada perselingkuhan antara para anggota tim Reserse dan Kriminal Polresta Kupang.
"Padahal kegiatan makan siang di Master Piece itu diketahui oleh Kapolresta Kupang Kombes Pol Aldian Manurung," kata Rudy.
Aldinan Manurung juga membantah tuduhan perselingkuhan dalam jumpa pers yang digelarnya bersama sejumlah wartawan pada Kamis (4/7/2024) lalu.
"Isu yang menyebutkan ada perselingkuhan itu adalah tidak benar. Saat itu anggota saya, berdasarkan surat perintah, tengah melakukan operasi dugaan mafia BBM ilegal di wilayah Kota Kupang," kata Aldinan.
Rudy juga menyoroti sejumlah fakta dalam kasus BBM ilegal.
Ditemukan bahwa Ahmad, pelaku penimbunan, memiliki kedekatan dengan anggota Paminal Propam Polda NTT.
Dia bahkan, kata Rudy, pernah memberikan suap senilai Rp 30 juta kepada oknum Shabara Polda NTT.
"Anehnya, oknum anggota Shabara yang diproses disiplin, tetapi Ahmad tidak diproses pidana," ungkap Rudy.
Rudy menegaskan, pemasangan police line di tempat penampungan BBM ilegal adalah bagian dari rangkaian penyelidikan.
Kini, ia mempertanyakan mengapa dirinya dijadikan alasan pemberatan untuk dimutasi ke Papua, padahal tindakan tersebut dilakukan atas perintah atasan.
"Dalam pelaksanaan tugas ini bukan maunya saya, tetapi atas perintah atasan. Tapi kok kenapa saya yang disalahkan?" tanya Rudy.
Rudy merasa bahwa tindakan pemutasian dirinya ke Papua terkesan diskriminatif dan menyelamatkan NTT dari mafia BBM serta perdagangan orang.
"Kok ini dijadikan alasan pemberatan untuk saya dimutasi ke daerah operasi militer Papua atau Polda Papua?" lanjut Rudy.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Kompas.com/Tria Sutrisna, Bagus Santosa)