Nasit menjelaskan, jika satu kegiatan pembangunan dijalankan tanpa korupsi maka akan memberi dampak ekonomi kepada masyarakat.
Sehingga persoalan kerugian perekonomian ini penting untuk dikejar. “Ini penting, karena korupsi telah menghilangkan hak-hak ekonomi masyarakat,” papar anggota DPR dari Aceh ini.
Senada dengan Nasir, pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, mengatakan, pengembalian kerugian negara belum bisa maksimal, baru sekitar 20 persen.
Aparat penegak hukum harus mengupayakan agar kerugian negara ini bisa maksimal diambil dan dikembalikan ke masyarakat.
Saat ini, kata dia, Kejaksaan sudah membuat terobosan terkait pengembalian kerugian negara dengan memasukkan kerugian dari aspek perekonomian negara. “Masalahnya konteks kerugian perekonomian negara belum diakui semua penegak hukum. Padahal ini yang merusak tatanan,” ungkapnya.