"Kami menilai pemecatan Ipda Rudy Soik sangatlah berlebihan," katanya.
Diketahui, Rudy Soik dipecat karena melanggar kode etik profesi Polri, yakni berupa ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan cara memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa, Kota Kupang, NTT.
Selain itu, Rudy juga sebelumnya sempat dituduh selingkuh saat menyelidiki lokasi penimbunan BBM ilegal milik Ahmad Anshar.
Kala itu, Rudy menjabat sebagai KBO Reskrim Polresta Kupang.
Padahal, penyelidikan tersebut diketahui Kapolres Kupang, kombes Aldian Manurung, dan Aldian membantah tudingan adanya perselingkuhan yang dilakukan Rudy.
Sugeng juga menuturkan bahwa sanksi yang diberikan kepada Rudy Soik terlalu berat dan tak adil.
Baca juga: Ipda Rudy Soik Anggota Polda NTT yang Berjuang Ungkap Mafia BBM Dipecat, JarNas Anti TPPO Mengecam
JarNas Anti TPPO Mengecam
Sementara itu, Jaringan Nasional Anti TPPO (JanRas Anti TPPO) turut mengecam keputusan PTDH Rudy Soik.
Ketum JanRas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusuma, menuturkan Rudy Soik adalah sosok polisi yang selama ini berhasil menangani kasus TPPO di Kupang.
Namun, karena hal tersebut, Rudy kerap berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan untuk bisnis TPPO tersebut.
Sarah, sapaan akrabnya, menyebut bahwa keputusan PTDH ini adalah sebuah kemunduran institusi penegak hukum.
"Ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum." ujarnya.
Ia menuturkan, Rudy Soik harusnya diapresiasi berkat sepak terjangnya mengungkap kasus-kasus yang merugikan banyak orang.
"Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang. Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur," ungkap Sarah.