TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat perdana Komisi III DPR hari ini di gedung parlemen Jakarta, Senin (28/10/2024), menghadirkan Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga dan eks anggota Polda NTT Ipda Rudy Soik.
Ipda Rudy Soik menjadi sorotan usai dipecat dari Polda NTT karena hendak membongkar kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) di NTT.
Polisi berdalih pemecatan Rudy adalah pelanggaran kode etik profesi Polri, yaitu ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan cara memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa.
Ipda Rudy Soik mengaku mendapat ancaman usai dipecat dari institusi Polri.
Pria berusia 41 tahun itu sempat membongkar mafia BBM di wilayah NTT.
Rudy Soik bersama pengacaranya sudah menyambangi Komnas HAM untuk mencari keadilan.
Pada Sabtu (26/10/2024), Rudy Soik secara blak-blakan menyampaikan duduk perkara yang dialaminya dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews.com di Jakarta.
Berikut petikan wawancara eksklusif Tribunnews dengan Ipda Rudy Soik dan Kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen:
Ipda Rudi ini kita tahu sebelumnya, sebelum dicopot, itu jabatannya sebagai Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satreskrim Polres Kupang Kota. Kemudian menangani kasus Mafia BBM ini ya. Ini gimana bang awalnya sampai akhirnya terungkap lah Mafia BBM ini bang?
Jadi memang ada beberapa pro dan kontra katanya tidak ada kasus niaga BBM ilegal kan tidak ada.
Tapi di momen ini saya bicara. Jadi bermula itu ketika saya mendapatkan pelaporan dari anggota saya sendiri yang saya tidak sebutkan nama mereka. Kalau disebut nanti bisa kena mutasi juga.
Lalu dari masyarakat terkait kelangkaan di pusaran nelayan. Di kota Kupang itu dia dikelilingi oleh laut yang mata pencarian masyarakat itu di nelayan. Lalu saya mendapatkan informasi itu saya melaporkan kepada Pak Kapolresta.
Saya melaporkan kepada Kapolresta. Pak Kapolresta bilang selidiki itu perintahnya beliau. Selidiki.
Lalu dilibatkan semua perwira. Beliau sampaikan libatkan semua perwira. Itu tanggal 15 Juni. Ya tanggal 15 Juni. Itu awal-awal saya berdiskusi dengan beliau. Saya dengan Kasat Serse selanjutnya.
Tanggal 22 itu saya didatangi oleh salah satu anggota lah di Polda NTT yang bertugas di bidang reserse. Jadi dia sampaikan ke saya, 'Abang kalau nanti nangkap-nangkap minyak dampaknya ke Krimsus. Itu tanggal 22. Lalu atas peristiwa itu saya melaporkan kepada Kapolresta dan Kasat Serse.
Saya melaporkan lalu Kapolresta bilang Rudy tegak lurus saja. Pokoknya kamu tegak lurus saja. Nanti kalau ada yang hubungi saya yang jelaskan.
Pada tanggal 22 itu langsung saya perintahkan anggota lewat grup. Saya (dapat) perintah Kapolresta tangkap BBM ilegal. Itu perintah saya.
Berlanjut sampai ke tanggal 24, masih saya perintahkan. Dan kasat juga di situ kasat monitor. Tangkap. Perintahnya dalam minggu ini harus ditangkap.
Lalu tanggal 25 itu kami bergerak. Tapi dari 15 kita sudah mendapatkan berbagai informasi siapa itu. Ternyata yang main ini pemain-pemain lama. Yang malah nimbun ini adalah pemain-pemain lama. Yang sudah kita tahu latar belakang mereka, sudah tahu kita semua.
Lalu tanggal 25 pagi saya perintahkan anggota semua kumpul. Kasat Serse sampaikan hantam. Hantam itu kalau bahasa NTT itu pokoknya tangkap. Itu perintah, pernyataannya seperti itu. Lalu saya didatangi oleh anggota saya, tiga orang. Lalu mereka sampaikan bahwa kita cek.
Pokoknya intinya dari percakapan itu cek, jangan sampai uang ini masuk ke atas. Pokoknya ke boss kita. Lalu saya bilang, saya ini langsung bicara dengan Kapolres. Kapolres suruh hantam. Kita ikut perintah Kapolres. Kita loyal ke Kapolres, saya bilang. Jadi itu bahasa saya.
Jadi sekitar jam 12.45 itu setelah semua sudah kumpul, saya pimpin pergerakan. Jadi jumlahnya ada 12. Saya pimpin pergerakan sampai mendekati Polda. Saya berdiskusi dengan salah satu anggota saya yang membonceng saya.
Dia bilang, jangan sampai kalau tidak ke bos atas, ke Kasat. Jadi saya saat itu kok dia sudah ngotot terus ngomong ke saya. Ini kan saya sebagai seorang perwira. Saya bilang, sudah kita mengir dulu di dekat polda itu ada satu restoran. Namanya restoran Masterpiece. Yang di dalam restoran itu juga ada karaoke family. Baru didirikan satu tahun. Jadi saya minta untuk menepi di restoran Masterpiece.
Tempat itu kita tahu bahwa sering digunakan oleh ibu-ibu Bhayangkari ketika habis kegiatan. Makanya disitu. Itu sering beberapa kali saya layani. Karena itu masuk wilayah hukum Kupang kota.
Saya layani. Jadi saya suruh menepi ke situ untuk saya konfirmasi ke Kasat. Jadi setelah menepi saya hubungi Pak Kasat. Dan ini saya kasih informasi terkait minyak ini. Saya bahasa ke beliau begitu. Anggota, dia bilang anggota ada dengan saya sudah bergerak.
Dia sudah.bilang nanti tunggu di situ saya merapat. Beliau akan datang ke tempat itu sekalian. Kita makan siang dan kita bicara di situ. Lalu karena saya sedikit menunggu, salah satu anggota saya bilang begini, yang dari 11 orang itu.,
Sudah komendan, saya yang pimpin anggota ke tempatnya Ahmad. Komedan menunggu Pak Kasat di sini.' Karena kita berpikir kalau takutnya kita hantam, kenanya di Kasat. Ini saya harus buka ke publik. Saya takutnya, saya harus pastikan. Saya pastikan. Karena ini kan bahaya sekali. Kalau ini ada penanggakan seperti ini. Ini ada nanti konflik kepentingan. Berdampak kepada konflik kepentingan. Makanya kita harus pastikan.
Lalu saya menunggu, dan anggota ini bergerak. Dia membawa 11 anggota itu bergerak ke sana. Pak Kasat juga sampaikan tunggu beliau akan datang. Karena saya menunggu cukup lumayan sekitar 15 sampai berapa menit gitu. Tunggu kedatangan anggota balik dan Kasat datang, saya duduk di resepsionis itu. Saya lihat junior saya ada buat story gitu. Jadi saya bilang. 'eh abang lagi makan di Masterpiece dekat Polda itu. Dekat Polda. Dekat saja jalan kaki. Oh dan siap bang. Ini abang ada makan. Nanti kalau apa gabung.
Jadi karena mereka ini akrab sama saya. Dua junior saya ini kan satu baru habis perwira. Junior saya pas. Setelah saya menunggu-menunggu karena mereka oke., saya suruh karyawan di situ siapkan restoran di lantai duanya. Tapi itu disampaikan belum bisa.
Karena AC-nya masih apa lah, diperbaiki atau apa lah kira-kira. Kemudian. Dibilang kalau pak mau di VIP. Jadi sudah di VIP. Nah di VIP itu kan dia punya meja makan itu panjang dan ada dia punya TV layar yang musik gitu. Jadi sudah. Setelah itu. Kami masuk. Saya pesan nasi goreng untuk makan. Saya pesan. Saya pesan pakai nama Polres Kupang Kota. Saya pesannya pakai nama Polres Kupang Kota. Dicatat dalam nota pesanan Polres Kupang Kota.
Saya, dua junior itu sudah masuk di VIP. Karena mereka bilang 'Kita tidak bisa lama. Karena mau antar anak les jadi tidak bisa lama., bang. Kita tidak bisa lama. Kita makan habis itu. Makan aja cepat aja.'
Jadi berapa menit kemudian Pak Kasat Serse datang, bersama anggota. Lalu Pak Kasat Serse masuk. Dia muter. Dia jalan muter lagi. Dia masuk, di meja ujung itu, dia mungkin apa dia ambil minuman, dia buka, dia minum. Pokoknya ada minuman di situ.
Dia bilang Rud, pesan nasi goreng. Jadi sudah. Pas pesan, anggota, ada berapa datang gitu. Saya pikir mau gabung sama kita. Ya sudah. Saya pikir sudah. Tapi yang datang itu teman-teman dari, ada satu orang, yang. senior, teman. Dengan saya, baik juga. dengan saya. Hubungan baik. Senior saya pas dari SIP.
Saya perasaannya enggak enak. Jadi saya keluar. Saya lalu tanya anggota, kenapa kalian enggak masuk. 11 anggota ini. di parkiran motor. Saya tanya kenapa kalian enggak masuk? Disuruh pulang, enggak boleh masuk oleh oknum, yang merupakan teman Ahmad Ansar ini suruh pulang.
Jadi langsung saya WA anggota itu, kenapa kamu ini? Dia bilang saya waktu itu saya sampaikan mereka berkerumun di situ. Lalu saya karena provos mau datang maka saya suruh pulang.
Padahal. waktu itu enggak ada provos. Provos yang berpakaian dinas itu enggak ada itu.
Atas situasi itu tanggal 25 Juni setelah saya memimpin mau pergerakan itu. Jadi saya lapor Pak Kapolres ada kejadian ini. Lalu beliau sampaikan ini. Saya keep ya pernyataan beliau. Saya keep. Saya enggak usah omong. Jadi beliau menyatakan bla bla bla begitu.
Tapi karena beliau tidak ada perintah suruh menghentikan prosesnya jadi kan kita terus berlanjut. Tanggal 26, saya pastikan. Memang betul. Dia main minyak. Dia cara membeli minyaknya. seperti apa, dia terkoneksi dengan siapa-siapa. Itu pada klop. saya mendapatkan data dia punya kontribusi ke aggota saya yang saya pimpin itu.
Bawahan Bang Rudy?
Yang saya pimpin. Ada aliran dana ke situ.
Tapi dia bukan yang boncengin abang tadi kan?
Bukan.
Tapi saya pikir ya tetap selagi Kapolres belum perintah henti, ya kita jalan. Saya konfirmasi ke dia, benar.
Tanggal 27, saya memimpin anggota langsung ke tempatnya Ahmad.. Saya konfirmasi, jadi benar kamu pernah begini? Kamu punya izin? Tidak punya semua. Lalu punya izin kapal? Awalnya dia bilang. Iya punya,
Bang ini belum dijelasin nih si Ahmad ini permainan dia seperti apa bang?
Jadi. Ahmad ini saya gambarkan dia, profiling dia, tentang siapa dia. Dia ini sudah sering bermasalah hukum, di masalah niaga BBM. Pertama dia pernah ditangkap oleh Polres Kupang Kota itu dia menampung minyak ilegal 6 ton dan membawa dia dalam penjara.
Yang kedua dia ini pernah ditangkap juga oleh Polda NTT, Shabara Polda NTT. Lalu di situ dia terjadi penyuapan ke anggota Shabara Polda NTT terkait minyak .
Dia kasih Rp30 juta, lalu anggota ini ditangkap oleh si oknum Paminal ini. Tetapi Ahmadnya enggak. Ahmadnya enggak. Ahmadnya dilepas. Anggota yang diproses.
Dalilnya apa?
Enggak tahu. Makanya kita waktu fakta penyelidika kita tahu bahwa Anggota oknum Propam ini dengan Ahmad ini punya hubungan baik. Karena Anggota diproses, Ahmad yang melakukan pidana tidak diproses.
Itu dua.,yang ketiga, Ahmad pernah sekitar tahun 2023, atau 2022 itu dia diperiksa terkait dapatnya minyak di perbatasan Timor Leste yang bersumber dari gudangnya Ahmad.
Sampai ke Timor Leste juga?
Itu profil. Ada datanya. Jadi itu kira-kira track record Ahmad. Lalu dia juga pernah ada kaitannya dengan oknum Krimsus yang kemudian ini ditetapkan sebagai tersangka.
Lagi justru anggota yang kena lagi?
Nah. Punya korelasi dengan. Ahmad. Tapi, Ahmad waktu itu tidak jaddi tersangka. Tapi Anggota Krimsusnya ditersangkakan. Jadi kondisi-kondisi dia seperti itu. Maka kita tahu, Ahmad itu residivis. Orangnya baik Pak Ahmad itu orangnya baik. Tapi kita tidak tahu siapa di belakang dia. Kalau itu.
Dijelasin dulu Bang, permainan Ahmad ini, ngumpulin. doang atau gimana cara dia dapetin. Sehingga. Orangnya harus disidik?
Jadi dari bulan Juni, dia sudah mulai melakukan pembelian minyak subsidi. Bulan Juni. Maka ada pengakuan dia stornya ke Algajali. Nah bagaimana dia memperoleh minyak subsidi. Karena di nozzle SPBU. klau tidak ada barcode, minyaknya tidak bisa keluar.
Ini untuk wilayah kupang ini ya, kalau tidak ada barcode tidak bisa, khusus solar ya. Solar subsidi, dia harus berdasarkan barcode. Itu kan untuk usaha-usaha mikro, ekonomi kerakyat.
Jadi seperti itu, dan kami sudah sering nangkap minyak. Jadi. Mereka sudah tahu pola ini. Lalu setelah kita. selidiki lanjutkan ternyata ada nama Law Agwan Dimana Law Agwan itu pengusaha Cilacap yang mendapatkan kuota minyak itu paling besar.
Yang menurut penyelidikan atau informasi yang kami dapat, sesuai barcode yang kami sementara pegang, jadi Law Agwan itu memiliki balasan kapal.
Yang kami dapat dia memiliki empat barcode dengan kuota itu per harinya bisa sampai lima ton. Empat, lima ton. Nah. Ini yang saya bilang ini yang harus dibuka. Kenapa? Yang bukan nelayan NTT memperoleh barcode. Kan dia. mendapatkan barcode untuk minyak subsidi. Itu sebenarnya kepentingnya untuk nelayan tetapi kan dia ini kita ketahui bukan nelayan.
Dia ini untuk operasinya pengusaha kapal, bukan nelayan?
Dia bukan nelayan.
Termasuk Ahmad?
Ahmad. memiliki barcode-barcode seperti punya. Law Agwan. Ini sementara kita selidiki. Karena dengan gampang dia mendapatkan minyak subsidi. Ini-ini sebenarnya yang saya anggap bahwa dugaan saya inilah yang disebut bukan masalah ada minyak satu jergen, ada minyak satu drum. Tapi cara niaga bagaimana dia membeli minyak dengan cara yang benar ataukah tidak. Ini yang harus kita selidiki.
Kemudian dari pengakuan Ahmad, dia memberikan minyak-minyak yang dia tampung itu ke Algajali?
Iya dua kali dia bilang. Kita juga tahu Algajali ini juga pernah saya tangkap. Salah satu temannya Algajali di situ kan ada transaksi uang Al-Ghazali dengan si orang yang saya tangkap. Tapi. Dalam proses penyidikan itu saya. tidak dimasukkan di dalam Sprint penyelidikan. Dan itu kalau diusut kembali bisa kebuka lagi korelasinya.
Berarti sekarang ini, yang diusut terpaksa berhenti kasus pengungkapan Mafia BBM ini dengan abang diberhentikan?
Saya diberhentikan ini perlu saya garis bawahi. Setelah saya pasang police line tanggal 27 itu. Saya pasang police line, saya perintah anggota pasang police line. Lalu. hari itu juga. ada dua laporan polisi untuk saya. Tentang yang. kejadian tanggal 25.
Itu katanya saya datang sama Polwan Kami itu ada 15 orang. Ada 15 orang yang berada di situ. Itu CCTV gak bisa bohong. Tapi yang saya lihat kan di salah satu Televisi nasional itu kelihatan gelap. Itu tempatnya terang.
Ini perlu harus diluruskan biar benar. Waktu itu siang hari. Tidak terbantahkan bahwa keberadaan saya di situ untuk makan siang. Itu tak terbantahkan dalam pesanan nota makan. Saya mengajak untuk makan. Anggota datang untuk makan.
Kaset Serse datang juga untuk makan. Jadi persesuaian itu jelas. Dan termasuk yang saya pesan di resepsionis untuk makan. Tapi saya dituduh berselingkuh, saya.berkeraoke, saya bersama istri orang. Kan narasi itu dibangun. Padahal ini semua polisi. Tidak ada satu yang masyarakat sipil. Semua itu kami polisi, terdiri dari tiga polwan, 12 polisi laki-laki.
Laporan kedua., pemfitnaan katanya. Kan saya memberikan informasi. Kedekatan Ahmad yang tadi saya bilang Ahmad punya kedekatan dengan Oknum Propam ini, dengan Krimsus itu dilaporkan. Kan harusnya Propam itu menyelidiki bukan bagaimana memproses saya. Itu informasi saya. Sifatnya privat. Saya dilaporkan. Kapan saya bicara di rana publik. Kan sifatnya privat.
Yang ketiga, ketika saya dimutasi. Beberapa minggu kemudian, saya dan beberapa anggota saya. itu dimutasi. Saya dimutasi lagi. Saya dimutasi. Baru tanggal 18 Juli saya dimutasi. Lalu kan beberapa saat kemudian telegram itu fisiknya dikasih ke kita, baru urus penghadapan.
Fisik saya masih di Polres Kupang Kota. Saya sudah dikasih TK tanpa memberikan penghadapan ke saya. Biasanya penghadapan itu diberikan kepada saya. Saya membawa penghadapan ini ke Polda. Ini enggak. Secara diam-diam. Penghadapan saya diantarkan.
Lalu. Abang dipanggil nih ke Polda.?
Kemudian dibuat laporan polisi. Tiga hari enggak masuk. Kantor.
Padahal saya masih kantornya di Polres. Kan saya enggak tahu. Karena penghadapan belum pernah dikasih di tangan saya. Kan jadi saya masih menganggap saya anggota Polresta dan sebagai jabatan KBO, walaupun telegramnya sudah keluar. Itu laporan ketiga.
Laporan keempat, ketika yang saya masih bertugas di Polresta pada tanggal 5 atau 6 Juli itu saya berangkat ada urusan keluarga pada hari Sabtu dan Minggu, saya ke Jakarta. Saya berpikir hari libur. Lalu. Senin pulang saya masuk kantor lah kira-kira begitu. Ternyata saya dibuatkan laporan polisi. Katanya meninggalkan daerah tugas tanpa izin pimpinan dan embel-embelnya saya mensponsori demonstrasi catar Akpol yang di dalamnya ada anaknya Pak Kapolda.
Jadi itu framing yang dibangun. Nah ini kenapa saya bicara di publik. Supaya Pak Kapolda ini orang baik. Pak Kapolda ini orang baik. Saya tahu. Karena kehidupan seharianya kita lihat. Tapi. Kenapa saya harus bicara di publik. Biar beliau tahu bahwa informasi yang sampai ke beliau itu tidak benar. Saya pastikan tidak benar.
Dasar empat laporan yang terakumulasi hanya dalam waktu dua bulan saya diajukan kode etik dengan pemasangan police line. Maka putusannya PTDH. Karena katanya ada perbuatan-perbuatan yang memberatkan tidak koordinasi juga. Nah ini perlu saya tegaskan karena di dalam Undang-Undang Kepolisian nomor 2 tahun 2002, di dalam pasal 18 itu kan secara subjektif itu pasal itu memberikan kewenangan kepada saya atas penilaian saya, penilaian seorang penyelidik. Saya waktu itu berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh saudara Ahmad dan Algajali.
Yang pertama Algajali itu kan ketika saya sampai, dia bilang dia sudah kasih uang ke salah satu Kanit Tipiter. Terus dia mengatakan Krimsus minyaknya ilegal. Selama ini dia kerja sama. Lalu sebagai seorang polisi apakah saya harus membiarkan hujatan atau itu kepada institusi. Saya harus mengambil sebuah tindakan. Dan lagian dia punya track record sebagai pemain-pemain minyak yang sifatnya ilegal. Punya track record yang di dalam pusaran itu dia.
Jadi atas pernyataan-pernyataan dia, saya harus mengambil tindakan sebagai seorang penyelidik. Begitupun Ahmad tidak punya izin awalnya. Ceritanya tidak benar. Punya izin dan lain sebagainya. Membeli minyak menggunakan barcode orang lain. Itu dilarang dalam BPH Migas. Aturan dalam BPH Migas itu dilarang. Maka saya mengambil tindakan itu.
Karena tindakan itu, pemasangan police line, memang tidak secara signifikan diatur dalam SOP maupun manajemen Sidik. Tapi kalau penyelidik menganggap itu penting. Dan itu tidak melanggar pidana.
Tetapi ketika saya memasang police line, Polisi sendiri yang membuat laporan untuk saya. Bukan masyarakat. Si Oknum itu yang membuat laporan polisi. Laporan polisi model A. Kira-kira begitu.
Berarti sekarang kasusnya Ahmad dan Algajali juga belum ada tindakan hukum ke mereka? (Ferdy Maktaen)
Mereka malah, kalau menurut kita dengan kehadiran mereka di dalam ruang konferensi Pers Polda, justru mereka dihadirkan untuk mengklarifikasi. Ini kan menurut kita aneh nih. Bagaimana pelaku atau orang yang sementara berada di dalam persoalan itu dihadirkan oleh penyelidik untuk melakukan klarifikasi secara publik. Nah ini saya baru lihat.
Pertama sepanjang saya mengikuti proses-proses yang ada di Mabes Polri atau ini apa namanya siaran-siaran pers yang dilakukan Mabes Polri atau Polda pun, baru kali ini saya temukan bahwa seorang yang masih berada dalam proses hukum dalam hal ini proses penyelidikan, dia dihadirkan untuk mengklarifikasi perbuatan dia.
Terus fungsi penyelidikan dan penyelidikan itu apa? Dan itu dihadirkan justru bersama-sama dengan Humas Polda dan Kabid Propam. Sedangkan yang mereka lakukan itu langsung bersinggungan dengan oknum Polisi itu sendiri. Nah itu saya juga bingung cara pikir atau cara Polda untuk mengklarifikasi sebuah persoalan, apakah memang harus seperti itu? Ya makanya kita melihat pasti ini ada sesuatu nih. Ini pasti ada sesuatu apalagi dengan kronologis yang tadi sudah kita dengar sama-sama. Ada keterkaitan nih.
Sehingga ini dugaan kita saja ya. Dugaan kita bahwa ini upaya untuk mengklarifikasi apa yang dilakukan. Padahal kan semua sudah tahu Ahmad adalah residivis, pemain lama. Ya kalau Kalau. dia berganti ke. hal yang lain itu tidak masalah tapi hal yang sama. Makanya ada kecurigaan itu sangat kuat dugaan kita itu.
Berarti untuk dari tindakan hukum pemberhentian tidak dengan hormat ini langkah hukum seperti apa Bang yang sedang disiapkan atau sudah diambil gitu. Informasi terbaru seperti apa? (Ferdy Maktaen)
Informasi terbaru ya. Kita untuk penanganan lebih lanjut yang pasti kita melakukan pendampingan, secara maksimal secara internal banding sudah diajukan.
Banding sudah diajukan proses banding itu kan. Proses formal kan keberatan. Tetapi. Kita masih pesimis soal hasil banding. Karena yang kita lawan sekarang adalah Kapolda dan jajarannya. Lalu kemudian banding itu akan diperiksa oleh Kapolda dan jajarannya. Ini.
Hal yang menurut kita yang penting kita masukkan saja dulu. Tapi untuk mendapat satu keputusan yang berkeadilan menurut saya itu sangat tipis.
Mungkin ada tapi sangat tipis. Gak mungkin lah saya sekarang marah-marah, lalu kemudian Kak kan memutuskan oh saya tidak bersalah itu kan. Nonsense menurut saya. Nah kemudian. Karena kita berpikir soal itu. Kita coba mencari keadilan di tempat lain. Negara masih membuka lebar. Kesempatan untuk mencari keadilan. Makanya kita datang di LPSK.
Saksikan wawancaranya hanya di YouTube Tribunnews.(*)