Selama 10 tahun, Zarof pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA, hingga Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA.
Selain terbelit permufakatan jahat dalam kasasi Ronald Tannur, Zarof juga menjadi makelar kasus saat dirinya menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung periode 2012-2022.
Adapun Ronald Tannur merupakan terdakwa kasus penganiayaan hingga berujung tewasnya sang kekasih, Dini Sera Afrianti, di sebuah tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (4/10/2024).
Meski aksi kejinya terekam jelas kamera CCTV, Ronald Tannur akhirnya divonis bebas oleh tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pihak Kejagung akhirnya menangkap tiga hakim PN Surabaya tersebut karena diduga menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur.
Peran Zarof dalam kasus ini terbongkar seusai penyidik Jampidsus Kejagung mengembangkan kasus suap pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, kepada tiga hakim PN Surabaya.
Dalam pengembangannya, jaksa menemukan bukti bahwa Lisa Rahmat tidak hanya menyuap tiga hakim tersebut.
Lisa juga disebut berupaya memberikan uang suap Rp5 miliar untuk hakim agung. Uang suap itu rencananya akan diserahkan ke hakim agung melalui Zarof.
Suap tersebut diberikan agar hakim di tingkat kasasi menyatakan Ronald tidak bersalah.
“(Setelah dilakukan penggeledahan) Penyidik kaget, tidak menduga bahwa di dalam rumah (Zarof) ada uang hampir Rp 1 triliun dan emas yang beratnya hampir 51 kilogram,” kata Qohar.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Jayanti Tri Utami/Theresia Felisiani)