Tak hanya itu, industri tekstil mulai mengalami pelemahan karena imbas over supply tekstil di China.
Hal ini menyebabkan terjadinya dumping harga dan membuat pasar Indonesia mulai ditinggalkan.
Diketahui putusan pailit Sritex ini juga dipengaruhi dengan adanya pembatalan perjanjian damai yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon, sebagai debitur PT Sritex.
Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang, Haruno Patriadi mengatakan, perjanjian damai itu tak dilaksanakan sepenuhnya oleh Sritex.
Sehingga Sritex dinyatakan telah lalai akan perjanjian damai tersebut.
Atas kelalaian tersebut, Sritex harus melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian homologasi yang telah disepakati.
Homologasi ini adalah pengesahan oleh hakim atas kesepakatan antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.
Selanjutnya konsekuensi dari kelalaian yang dilakukan Sritex ini adalah putusan pailit pada PT Sritex yang dinyatakan oleh Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid.
Putusan tersebut dinyatakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang yang mengabulkan putusan Pengadilan Negeri Semarang tertanggal 23 Oktober 2024.
Baca juga: Bos Sritex Sebut Permendag 8 Jadi Batu Sandungan: Pengusaha Tekstil Banyak yang Bangkrut
Prabowo Instruksikan 4 Menteri
Presiden Prabowo menginstruksikan empat kementerian untuk mengkaji sejumlah opsi dan skema penyelamatan para pekerja di tekstil PT Sritex dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Empat kementerian yang ditugaskan Prabowo tersebut yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, kementerian BUMN, dan kementerian Ketenagakerjaan.
Menperin Agus Gumiwang menekankan, prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan PT Sritex dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Keputusan pailit tersebut diprediksi akan berimbas pada kemungkinan PHK pada sekitar 11.000 karyawan Sritex.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan telah berkunjung ke Sritex.
Noel menceritakan tangis para pekerja pecah saat terdengar saat pidato terakhir Wamenaker Noel yang menyatakan tak ada PHK terhadap buruh/pekerja. (*)