Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta regulasi turunannya yang mewajibkan seluruh produk yang beredar wajib bersertifikat halal.
Namun terdapat pengecualian terhadap produk non halal.
Baca juga: Benarkah Laptop Harus Disertifikasi Halal? Ini Penjelasan Kepala BPJPH Haikal Hasan
Seperti disampaikan Kepala Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hasan.
"Konsumsi produk itu pilihan. Yang halal boleh beredar dengan bersertifikat halal. Yang non halal juga boleh beredar asalkan mencantumkan keterangan tidak halal," kata Haikal melalui keterangan tertulis, Rabu (30/10/2024).
Aturan ini, kata Haikal, memastikan ketersediaan dan keterjaminan produk halal untuk konsumen.
"Sedangkan bagi produsen produk, mereka juga dipermudah dalam menghadirkan produk berkualitas dan bernilai tambah karena berstandar halal, sekaligus mewujudkan pelayanan prima bagi konsumen," kata Haikal.
Menurut Haikal, penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) juga mempertimbangkan berbagai aspek teknis terkait.
Tujuannya, agar implementasi kewajiban sertifikasi halal terlaksana tanpa menimbulkan kesulitan bagi dunia usaha.
Baca juga: Sertifikasi Halal Sifatnya Wajib, Kepala BPJPH Haikal Hasan: Pelanggar, Bisa Ditutup Usahanya
Di antaranya, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal diterapkan bagi produk dengan batasan yang jelas.
BPJPH, kata Haikal, terus mengedukasi pelaku usaha agar melaksanakan sertifikasi halal dengan penuh kesadaran.
"Jangan jadikan sertifikasi halal sebagai beban, pemenuhan kewajiban regulasi, atau persoalan administratif saja. Terlebih saat ini kesadaran konsumen atas preferensi produk halal semakin tinggi," pungkasnya.