Tak cuma itu, Qohar juga menyebut izin impor gula dari Tom Lembong itu tidak diputuskan lewat rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Qohar menuturkan lalu ada rapat bersama dengan kementerian di bawah Kemenko Perekonomian yang salah satunya membahas terkait kurangnya cadangan gula pada tahun 2016 sebanyak 200.000 ton.
Baca juga: Bantah Tudingan Kubu Anies Soal Politisiasi Kasus Tom Lembong, Kejagung: Ini Murni Penegakan Hukum
Lalu, pada November 2016, Tom Lembong memerintahkan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial TS memerintahkan setiap manajer untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang produksi gula.
"Padahal dalam rangka pemenuhan kondisi harga, harusnya yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung yang dapat melakukannya hanya (perusahaan) BUMN," jelas Qohar.
Selain melanggar soal regulasi perizinan, Qohar juga menyebut perusahaan yang diizinkan Tom Lembong untuk mengimpor gula bukan merupakan produsen gula kristal putih, melainkan produsen gula rafinasi.
"Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola, kemudian PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal senyatanya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau ke masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya dengan harga Rp16.000 per kg."
"Yaitu harganya lebih tinggi dari HET yaitu Rp13.000 dan tidak dilakukan operasi pasar," jelas Qohar.
Qohar mengatakan perbuatan Tom Lembong ini mengakibatkan negara mengalami rugi mencapai Rp400 miliar.
Kini, Tom Lembong ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
Tom Lembong dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.