Menurut jaksa, dua perusahaan cangkang tersebut sengaja dibentuk untuk mengumpulkan bijih timah dari kegiatan penambangan ilegal di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Kedua perusahaan itu diketahui mengumpulkan bijih timah bermodalkan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan atau sebagai transporter.
"Seolah-olah sebagai mitra jasa pemborongan yang akan diberikan surat perintah kerja atau SPK pengangkutan di wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa.
Bijh timah yang dikumpulkan perusahaan cangkang kemudian dibeli PT Timah. Kemudian PT Timah mengirimnya kepada PT Standindo Inti Perkasa.
"Bijih timah tersebut dibeli PT Timah Tbk dan dikirim ke PT Stanindo Inti Perkasa sebagai pelaksanaan kerja sama sewa peralatan processing antara PT Timah dengan PT Stanindo Inti Perkasa," ujar jaksa.
Untuk harga bijih timah yang dijual perusahaan cangkang ke PT Timah, dihargai USD 3.700 per ton.
Harga itu menurut jaksa, lebih mahal daripada harga di pasaran. Terlebih, penentuan harga dilakukan tanpa adanya kajian memadai.
"Terdakwa MB Gunawan, baik sendiri maupun bersama Suwito Gunawan alias Awi, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Alwin Albar mengetahui dan atau menyepakati harga sewa processing penglogaman PT Timah sebesar 3.700 US Dolar per ton untuk empat smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa tanpa dilakukan studi kelayakan atau kajian yang memadai, sehingga PT Stanindo Inti Perkasa menerima pembayaran dari PT Timah yang terdapat kemahalan harga pembayaran," jelas jaksa.
Baca juga: Gunawan Sadbor dari Sukabumi: Dari Penjahit ke Seleb TikTok, Kini Ditangkap Polisi
Adapun dalam perkara ini, MB Gunawan didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.