Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh meyakini tak ada politisasi di balik penetapan tersangka eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi kuota impor gula.
Hal itu dikatakan Surya saat ditanya apakah ada kecurigaan dari Surya soal politisasi dalam kasus Tom Lembong.
Baca juga: Komentari Makelar Kasus Simpan Rp 1 Triliun, Surya Paloh Terkejut Tom Lembong Dijerat jadi Tersangka
Namun, Surya tidak mau terlalu ikut campur soal kasus hukum yang menjerat Tom Lembong.
"Saya tidak campuri masalah. Mudah-mudahan tidak ada. Kalau ada ya apes saja," kata Surya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2024).
Baca juga: Tom Lembong Tunjuk Ari Yusuf Amir, Eks Ketua Tim Hukum Anies-Cak Imin, Jadi Pengacaranya
Surya mengaku prihatin saat mengetahui kabar Tom Lembong dijadikan tersangka.
Surya Paloh menyinggung bagaimana kasus ini diangkat kembali padahal sudah berjarak waktunya cukup lama.
"Kita masih melihat upaya penegakan hukum ini pada sebuah kasus yang jangka waktunya barangkali kita udah lupa," kata Surya.
Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di periode pertama Presiden Joko Widodo.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetepkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
Baca juga: ICW Minta Penjelasan soal Kasus Impor Gula yang Jerat Tom Lembong, Kejagung: Kami Tak Mau Berpolemik
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.