Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak hanya ribuan anggota, deklarasi Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) juga dihadiri beberapa menteri Kabinet Merah Putih dan pengurus partai pendukung Presiden Prabowo Subianto.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar menyoroti, meski GSN dapat menjadi wadah solidaritas, penting untuk memastikan agar tidak ada tumpang tindih kepentingan dengan pemerintah.
“Publik tetap harus kritis untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan jangan sampai ada tumpang tindih dan konflik kepentingan dengan adanya GSN,” ujar Adinda dalam keterangannya, Minggu (3/11/2024).
Ia juga mengingatkan, solidaritas di masyarakat sebenarnya sudah tumbuh secara alami dan tanpa afiliasi politik tertentu.
"Selama ini aksi solidaritas telah terjadi secara organik, sukarela, nirlaba, dan bahkan mungkin tidak diketahui masyarakat luas," paparnya.
Gerakan solidaritas ini, lanjutnya, telah berjalan sejak lama di berbagai daerah Indonesia, dari individu hingga kelompok yang bekerja demi kebaikan bersama.
Namun, dengan terbentuknya GSN yang memiliki kedekatan dengan Prabowo dan jajaran Kabinet Merah Putih, maka ada risiko inisiatif solidaritas organik yang sudah berjalan bisa tergeser oleh gerakan yang diorganisir negara.
“Jangan sampai adanya GSN membatasi aktivisme yang sudah ada secara organik selama ini mengingat kedekatan dan hubungan sejarah GSN dengan Prabowo,” tegas Adinda.
Baca juga: Ahmad Luthfi Temui Jokowi, Sekjen PDIP Sindir Tak Punya Mentalitas dan Enggak Layak jadi Pemimpin
Meski begitu, ia juga memberikan apresiasi terhadap ajakan Prabowo terhadap kepedulian bersama, sembari tetap mengingatkan aksi solidaritas harus berlandaskan rasa peduli dan sukarela.
"Kepedulian dan aksi solidaritas seyogyanya harus dilandasi rasa peduli dan sukarela sesuai kemauan dan kemampuan masing-masing," tuturnya.