TRIBUNNEWS.COM - Tim kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memeriksa Mendag RI lain yang menjabat hingga 2023.
Hal itu disampaikan Ketua Penasihat Khusus Tom Lembong, Ari Yusuf Amir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024).
Ari menilai Kejagung seolah tebang pilih dalam menangani kasus dugaan korupsi impor gula ini.
Sebab, hanya Tom Lembong yang diperiksa dan dijadikan tersangka dalam kasus ini.
Sedangkan Mendag lainnya hingga kini masih bebas dan tak dipanggil oleh Kejagung.
Sebagai informasi, ada lima Mendag yang menjabat dalam kurun waktu 2015 hingga 2023.
Setelah Tom Lembong lengser pada 2016, posisi Mendag diduduki oleh Enggartiasto Lukita.
Ia menjabat pada periode 2017-2019.
Selanjutnya, kursi Mendag ditempati oleh Agus Suparmanto pada periode 2019-2020.
Lalu Muhammad Lutfi menjabat sebagai Mendag pada periode 2021-2022.
Sedangkan jabatan Mendag periode 2023 ditempati oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas.
Baca juga: Kuasa Hukum Tom Lembong Soroti Temuan BPK: yang Kami Baca, Tak Ada Kerugian Negara
"Silakan dinilai sendiri bahwa penyidikan ini ini berkaitan dengan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2023," ujar Ari, Selasa.
"Artinya mereka menyidik sampai 2023. Pertanyannya kalau mereka tidak memeriksa menteri di periode selanjutnya, itu pertanyannya."
Ari menilai adanya kejanggalan di balik penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula.
Ia menilai Kejagung tebang pilih dan hanya memeriksa Tom Lembong dalam kasus ini.
"Kalau disampaikan rekan saya tebang pilih, tebang pilihnya di sana," kata Ari.
Pernyataan senada diungkap Tim Penasihat Hukum Tom Lembong, Zaid Mustafa.
Zaid menegaskan Tom Lembong tak terlibat dalam kasus ini.
Tom Lembong disebutnya tak pernah mengambil keuntungan pribadi atau memberi keuntungan kepada pihak lain saat membuat kebijakan impor gula.
"Pak Tom Lembong menegaskan tidak mengambil keuntungan satu rupiah pun atau memberikan keuntungan pihak swasta secara melawan hukum," jelas Zaid.
"Karena proses pengambilan kebijakan impor ada mekanismenya dan seluruh surat-menyurat antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN serta PT PPI diketahui kementerian lain termasuk Kementerian Keuangan."
Baca juga: Tom Lembong Siapkan Banyak Ahli Hadapi Sidang Praperadilan Lawan Kejaksaan Agung
Ia juga mempertanyakan alasan Kejagung mengusut kasus ini setelah Tom Lembong lengser 9 tahun lalu.
"Apabila ada kerugian negara, kenapa setelah 9 tahun? Padahal surat itu diterima 9 tahun lalu ketika korespondensi dilakukan," tandasnya.
Sebelumnya, Kejagung mengatakan kebijakan penerbitan izin impor gula di era Mendag Tom Lembong telah merugikan keuangan negara sebesar Rp400 miliar.
Duduk Perkara Kasus Tom Lembong
Adapun dalam dugaan kasus korupsi ini diperkirakan merugikan keuangan negara hingga Rp400 miliar.
Tom Lembong diduga menyalahgunakan jabatannya sebagai Menteri Perdagangan kala itu dengan mengeluarkan izin impor gula pada 2015.
Padahal saat itu, stok gula dalam negeri dinyatakan surplus sehingga tidak membutuhkan impor gula.
"Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan tersangka TTL memberikan izin Pl gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP)," papar Qohar.
Baca juga: Kuasa Hukum Pertanyakan Kejelasan Kerugian Negara Imbas Kebijakan Impor Gula Eks Mendag Tom Lembong
Keputusan Tom Lembong kala itu menyalahi Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang hanya memperbolehkan impor GKP oleh perusahaan BUMN.
Namun, Tom Lembong justru mengeluarkan izin PI kepada PT AP untuk mengimpor GKM.
Selain itu, penerbitan izin impor juga tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Dalam kasus ini, Kejagung juga menetapkan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) sebagai tersangka.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Rahmat Fajar Nugraha)