Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua tim penasehat hukum Thomas Lembong, Ari Yusuf Amir pertanyakan kejelasan jumlah kerugian negara imbas kebijakan impor kliennya selama menjabat Menteri Perdagangan.
Diketahui mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong telah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung.
"Tentang kaitan tentang kerugian negara. Selalu dikatakan bahwa ini sudah ada temuan BPK, kerugian negara, sampai saat ini temuan BPK yang kami baca tidak menunjukkan adanya kerugian negara dalam kebijakan yang diambil tersebut," kata Ari kepada awak media setelah mendaftarkan praperadilan kliennya di PN Jaksel, Selasa (5/11/2024).
Jadi kalau dikatakan kerugian negara, kerugian negara dari mana, kata Ari. Karena pasal 2 dan pasal 3 undang-undang korupsi itu delik material yang betul-betul harus dijelaskan secara limitatif. Tentang actual loss, kerugian negaranya.
"Sampai saat ini kerugian negara yang dimaksud belum jelas," jelasnya.
Katanya ada angka Rp 400 miliar, temuan dari siapa kata Ari. Bagaimana temuannya, tanyanya.
"Karena dalam putusan Mahkamah Konstitusi sudah dijelaskan, tidak boleh lagi dalam menyidik pekerjaan korupsi disebutkan tentang potensial loss, itu tidak boleh lagi. Tapi harus actual loss, kerugian yang nyata," tegasnya.
Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di periode pertama Presiden Joko Widodo.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.