"Mereka menghidupi ekonomi keluarga, yang merupakan rumah tangga rentan. Di sini negara perlu hadir untuk melindungi mereka agar jangan semakin terpuruk. Jangan sampai dampak sosio-ekonomi dari aturan ini lebih buruk," sebutnya.
Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso, Muhammad Yazid, juga menolak aturan ini.
Yazid menyampaikan bahwa sekitar 2,5 juta petani di 15 provinsi menggantungkan hidupnya dari tembakau.
Ia mencontohkan, di Kabupaten Bondowoso dari total 23 kecamatan, masyarakat di 22 kecamatan mengandalkan tembakau sebagai mata pencaharian utama.
"Ada 5.000 petani tembakau, dengan luas lahan 10.000 hektar. Hasil dari tembakau ini, tiga kali lipat dari tanaman palawija. Inilah potret pertembakauan di daerah-daerah sentra lainnya di Indonesia," kata Yazid melalui keterangan kepada Tribunnews.
"PP Kesehatan dan R-Permenkes Ini adalah hantaman dan pukulan bagi petani. Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang dan dihentikan pembahasannya," tegas Yazid.
Petani yang disebut-sebut oleh Anggota DPR sebagai soko guru pembangunan juga memohon agar keberadaannya dipertimbangkan oleh Kemenkes saat penyusunan aturan dilakukan.
"Kami berupaya terus bertahan sejak COVID-19. Belum pulih seluruhnya, sekarang dihantam dengan R-Permenkes yang akan memukul kami. Tolong diperhatikan nasib kami petani. Kalau di hilir sudah ditekan, hulu juga terkena imbas, diperlakukan tidak adil, mau dibawa ke mana IHT ini?" ungkapnya.
Baca juga: Ekonom Minta Pemerintah Dengarkan Kebutuhan Industri Tembakau
Pentingnya Kolaborasi dan Inklusi dalam Penyusunan Aturan
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, meminta pemerintah untuk menahan ego sektoral dalam penyusunan R-Permenkes.
Khususnya terkait dorongan penyeragaman kemasan rokok tanpa merk dan industri, ia memperingatkan bahwa aturan ini bisa memicu maraknya rokok ilegal.
Willy juga menyoroti kontribusi besar industri hasil tembakau (IHT) melalui cukai sebesar Rp213 triliun.
"Kalau Kemenkes ini masih keras kepala, celaka kita semua," kata Willy.
Willy juga menekankan, tidak adil membandingkan industri hasil tembakau (IHT) dengan kesehatan. Ia menyoroti kontribusi besar IHT melalui cukai yang diterima negara.