Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istri dari eks Mendag Tom Lembong Franciska Wihardja mengaku sedih suaminya ditetapkan menjadi tersangka imbas kebijakan impor gula.
Ia pun mengaku kaget dengan status yang disandang Tom Lembong setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung atau Kejagung.
"Kami sedih dan kaget. Karena apa yang dia lakukan selama ini selalu hanya untuk kebaikan. Karena kita sebetulnya sudah dikatakan juga tidak perlu gitu dia tak perlu ikutan seperti ini," kata Franciska kepada awak media di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2024).
Franciska mengatakan apa yang dilakukan Tom Lembong hanya untuk kebaikan banyak orang dan kebaikan untuk Indonesia.
"Dia (Tom) selalu mengedepankan itu, selalu mengedepankan itu. Walaupun buat keluarga berat. Mesti berpisah dengan dia karena kita kan di luar. Dia mesti balik ke sini, itu berat," jelasnya.
Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Baca juga: Soal Penetapan Tersangka Tom Lembong dalam Kasus Impor Gula, Kejagung Klaim Punya 4 Alat Bukti
Ia ditetapkan sebagai tersangka impor gula oleh Kejagung.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Baca juga: Hakim Perintahkan Kejagung Hadirkan Tom Lembong Secara Daring di Persidangan Besok
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.