News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Emas

Ahli Ungkap Dugaan Rekayasa Transaksi Kasus Emas Budi Said: Kerugian Negara dan Persekongkolan

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Crazy rich Surabaya Budi Said kembali jalani sidang lanjutan korupsi terkait dugaan korupsi pembelian emas PT Antam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2024)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang kasus dugaan korupsi dalam transaksi jual beli emas dengan terdakwa Budi Said kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2024).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi ahli dalam persidangan untuk memperkuat dakwaan, yakni ahli forensik digital Dimas Perdana, serta dua ahli pidana, Prof. Dr. Suparji Ahmad dan Fitriati.

Baca juga: Sidang Lanjutan Kasus Emas Antam, Ahli dari BPK Beberkan Kerugian Negara yang Disebabkan Budi Said

Keterangan para ahli tersebut menguatkan dugaan rekayasa transaksi oleh terdakwa, termasuk adanya komunikasi terencana, perbuatan melawan hukum, kerugian negara, hingga keterlibatan terdakwa dalam jaringan tindak pidana. 

Ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan antara terdakwa dan pihak terkait.

“Budi Said diketahui membuat grup WhatsApp pada 12 April 2018 bersama Lim Meilina dan Eksi Anggraeni. Isi percakapan dalam grup tersebut membahas informasi emas dan transaksi jual beli emas,” ujar Dimas dalam persidangan. 

Temuan ini menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi salah satu kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.

Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait jual beli emas di luar prosedur resmi. 

Baca juga: PT Antam Merugi Hingga Rp 1 Triliun Gara-gara Gugatan Emas 1,1 Ton Budi Said

Sementara itu, Ahli pidana, Prof. Dr. Suparji Ahmad menjelaskan sejumlah unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi dalam kasus ini.

Salah satu tindakan krusial adalah pembelian emas dengan harga di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi. 

“Tindakan ini melanggar prosedur, memenuhi unsur Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi,” kata Prof. Suparji. 

Dirinya juga memaparkan adanya perbuatan melawan hukum berupa pemberian fee sebesar Rp92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umroh kepada pihak tertentu.

Prof. Suparji juga menegaskan bahwa klaim terdakwa sebagai korban tidak dapat menghapus tanggung jawab pidana.

“Jika unsur-unsur tindak pidana terbukti, klaim tersebut tidak relevan untuk menghindari hukuman,” jelasnya. 

Sementara itu, ahli pidana Fitriati, S.H., M.H., memberikan keterangan terkait keterlibatan aktif terdakwa dalam jaringan tindak pidana.

Berdasarkan putusan terdahulu terhadap pelaku lain seperti Endang Kumoro dan Ahmad Purwanto, terdapat bukti kuat adanya persengkongkolan antara terdakwa dan pihak-pihak terkait. 

“Terdakwa terlibat langsung dalam kerja sama yang menunjukkan keinsyafan bersama untuk melakukan tindak pidana ini,” kata Fitriati. 

Dia juga menyoroti pengembangan kasus terhadap pihak lain tetap terbuka.

“Pasal 71 KUHP memungkinkan penambahan tersangka berdasarkan fakta-fakta baru yang ditemukan dalam proses penyidikan atau persidangan,” ujarnya. 

Keterangan ahli forensik dan pidana ini memperkokoh dakwaan JPU terhadap terdakwa.

Dalam sidang ini, pola rekayasa yang diduga dilakukan Budi Said semakin terungkap, mulai dari komunikasi terencana, pelanggaran prosedur resmi, hingga keuntungan pribadi yang didapatkan secara melawan hukum. 

Adapun dalam perkara ini, JPU mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas ANTAM dan tindak pidana pencucian uang.

Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.

Baca juga: Setoran Deviden Antam ke Negara Turun Rp 1 Triliun Buntut Budi Said Menang Gugatan Emas 1,1 Ton

Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,16 triliun, yang terdiri dari Rp 92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 pada pembelian kedua.

Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas ANTAM di BELM Surabaya 01 dan kewajiban ANTAM untuk menyerahkan 1.136 kg emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.

Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
 
 
 
 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini