Surat tersebut dikirimkan melalui staf Sekretariat DPP PDIP, Saeful, dan orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan anggota Bawaslu 2008–2012, Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu menerima dokumen dan fatwa milik Masiku dari Agustiani setelah mendapatkan berkas ini dari Saeful.
Kemudian, Wahyu menyanggupi proses penetapan Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Sebagai syaratnya, ia meminta uang sebesar Rp 900 juta agar Harun disahkan menjadi pengganti Nazarudin.
Permintaan yang disampaikan Wahyu kemudian disanggupi oleh Harun Masiku agar dirinya bisa menduduki kursi anggota dewan.
Awalnya, Harun mengirimkan uang sebesar Rp 850 juta kepada Wahyu melalui Saeful pada akhir Desember 2019.
Wahyu juga menerima duit sebesar Rp 200 juta pada pertengahan Desember 2019 dan Rp 400 juta pada akhir Desember 2019.
Uang sebesar Rp 200 juta dan Rp 400 juta diterima Wahyu melalui anggota Bawaslu kala itu, yakni Agustiani Tio Fridelina.
Meski Harun sudah menggelontorkan miliaran rupiah agar dirinya lolos sebagai anggota DPR, KPU tetap ngotot bahwa Riezky yang menjadi pengganti Nazarudin.
Wahyu kemudian menghubungi Donny, dan kembali menjanjikan akan berusaha supaya Harun dapat ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin melalui skema PAW.
Pada saat itu, Wahyu meminta sejumlah uang tambahan.
Aksinya tersebut terhenti karena KPK segera mengendus tindakannya.
Wahyu kemudian diciduk KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 8 Januari 2020 sampai Kamis, 9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas.
Selain menangkap Wahyu, KPK juga mengamankan Saeful sekaligus Agustiani yang turut terlibat dalam kasus Harun Masiku.