Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada banyak peristiwa yang menjadi sorotan masyarakat sepanjang tahun 2024.
Satu di antaranya gelombang penolakan berbagai elemen masyarakat lewat gambar garuda pancasila berlatar biru disertai tulisan 'Peringatan Darurat' bertebaran di media sosial pertengahan 2024.
Peringatan darurat bisa dibilang menjadi momentum pergerakan masyarakat sipil terbesar di Indonesia.
Betapa tidak, jutaan gambar garuda berlatar biru yang beredar di medsos berhasil menggerakkan masyarakat untuk turun ke jalan.
Beredarnya gambar disertai sejumlah tanda pagar (tagar) berhasil menjadi trending topic, di antaranya #KawalPutusanMK, #KawalDemokrasi, #TolakPilkadaAkal2an, dan #TolakPolitikDinasti.
Ada banyak artis, akademisi, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat yang ikut turun ikut aksi demonstrasi.
Peringatan darurat merupakan gerakan masyarakat untuk memprotes rencana Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia atau DPR RI yang berusaha menjegal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024 terkait ambang batas partai politik (parpol) dan batas usia peserta Pilkada.
Caranya, Badan Legislasi DPR RI menggelar revisi UU Pilkada secepat kilat.
Baca juga: UU Pilkada Digugat ke MK, Pemohon Minta Pejabat dan TNI/Polri Juga Dipenjara Jika Langgar Netralitas
Lembaga legislator mendadak langsung menggelar rapat panitia kerja (panja) revisi UU Pilkada atau sehari setelah keluarnya putusan MK pada 21 Agustus 2024.
Seusai pembahasan, keesokan harinya, DPR RI langsung menjadwalkan rapat paripurna untuk mengesahkan aturan tersebut.
Hal ini menjadi anomali karena pembahasan UU itu terkesan spesial di tengah banyaknya pembahasan UU yang masih mangkrak seperti RUU Perampasan Aset.
Dalam rapat Badan Legislasi DPR RI, mereka merevisi UU Pilkada dan mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas syarat pencalonan kepala daerah dan usia bakal calon kepala daerah.
Rinciannya, DPR RI mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah Pileg sebelumnya, suatu beleid yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.