Gereja, kata dia, bukan hierarki, melainkan umat.
"Maka harapannya, kalau ditanyakan tentang gereja, salah satu selain suara moral, yang ditulis oleh para penulis di koran, disampaikan dalam wawancara di televisi, gereja sendiri tidak berarti bebas dari keadaan seperti itu," kata dia.
"Maka yang diusahakan gereja, yang saya tahu di Keuskupan Agung Jakarta adalah membuat lembaga gereja itu transparan sehingga dapat dipercaya. Tidak mudah. Dengan tujuan itu dibuatlah macam-macam model tata kelola supaya bahaya korupsi di dalam gereja sendiri oleh umat sendiri itu sejauh mungkin dicegah," sambung dia.
Dengan demikian, ia berharap gereja sungguh menjadi lembaga yang tepercaya.
Sehingga, ketika di masyarakat tersebar kecenderungan untuk korupsi, menggunakan jabatan untuk macam-macam kepentingan, maka ia berharap hal itu jangan pernah terjadi di gereja.
"Sehingga gereja bisa menjadi komunitas kontras. Di gereja jangan sampai terjadi korupsi," ungkapnya.
Menanggapi kebijakan naiknya PPN dan situasi ekonomi yang diramalkan sulit tahun depan, Suharyo menyatakan secara pribadi berusaha untuk mengikuti diskusi mengenai hal-hal itu baik itu melalui televisi, koran, maupun studi bersama.
Akan tetapi menurutnya ramalan-ramalan itu tidak selalu bisa dipastikan.
Oleh karena itu bagi dia, hal yang paling penting adalah kita ikuti perkembangan zaman yang tidak bisa dipastikan itu.
"Mengenai PPN, pasti nanti yang memiliki keahlian di bidang itu tidak akan berhenti berdiskusi. Hanya tentu, kalau pemerintah sudah memutuskan, tidak bisa lain kan, kecuali ikut di dalam arus itu dengan kritis," kata Suharyo.
"Artinya, tidak ya sudahlah pemerintah mau apa kita ikut, tidak. Tetapi kritis terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul karena keputusan itu. Dan kita belum tahu apa yang akan timbul dari masalah itu. Tentu yang namanya hidup sederhana itu harus terus dijaga," ungkapnya.