TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosok mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jadi sorotan di tengah gencarnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus suap politisi PDIP Harun Masiku terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Kasus ini menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang kini ditetapkan sebagai tersangka serta menyeret pula mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly karena diduga kuat mengetahui kaburnya Harun Masiku yang kini buron.
Juru bicara PDIP Guntur Romli menuding ada kriminalisasi terhadap partainya dalam penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
Sebelumnya, PDIP memecat Jokowi dan anaknya, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming, serta menantu Jokowi, Bobby Nasution yang kini jadi Wali Kota Medan.
Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy dalam konferensi pers Selasa malam, 24 Desember 2024 menilai ada motif politik di balik penetapan status tersangka terhadap Hasto Kristiyanto oleh KPK.
KPK menyatakan Hasto menghalangi penyidikan di kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku.
Sementara, sikap politik Hasto terhadap Jokowi belakangan ini sangat keras.
"Sikap tegas ini baru terjadi minggu lalu ketika partai mengambil sikap yang tegas dengan memecat tiga kader yang dinilai telah merusak demokrasi dan konstitusi," kata Ronny.
"Kami menduga, pengenaan pasal obstruction of justice hanyalah formalitas teknis hukum saja. Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDIP sebagai tersangka adalah motif politik," kata dia.
Baca juga: Hasto Jadi Duri Buat KPK di Kasus Suap Harun Masiku, Orang Berpengaruh dari Partai Berkuasa
Jokowi pun jadi sorotan. Dia saat dikonfirmasi awak media tentang keterlibatan dirinya dalam penetapan status tersangka terhadap Hasto, Jokowi mengaku dirinya sudah purna tugas.
"He-he... sudah purnatugas, pensiunan," kata Jokowi di Graha Saba Buana, Kelurahan Sumber, Solo, Rabu (25/12/2024).
Jokowi meminta semua pihak agar menghormati proses hukum yang terjadi di KPK. "Ya, hormati seluruh proses hukum yang ada, udah," imbuhnya.
KPK menjerat Hasto Kristiyanto dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Berikut ini isi pasal tersebut:
Pasal 5
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000 setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
Baca juga: PDIP Heran Yasonna Ikut Diseret Kasus Harun Masiku, Mantan Penyidik KPK: Dia Saksi Kunci!
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000.
Tak hanya itu, Hasto juga dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berikut ini isi pasal tersebut:
Pasal 21
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Kecukupan alat bukti menjadi alasan KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka.
Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap yang menjerat eks caleg PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih menjadi buron.
Adapun, perkara yang menyeret Harun Masiku itu diketahui telah bergulir sejak 2020 silam.
Di mana, berarti KPK butuh waktu lima tahun untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam pengembangan kasus Harun Masiku.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menerangkan lembaganya menemukan kecukupan alat bukti dari hasil pemeriksaan, penggeledahan, hingga penyitaan.
"Ini karena kecukupan alat buktinya. Di situlah kemudian kita mendapatkan banyak bukti dan petunjuk yang kemudian menguatkan keyakinan penyidik untuk melakukan tindakan untuk mengambil keputusan," kata Setyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024)
Setyo pun menjelaskan, pada 2020 lalu, penyidik tidak begitu yakin untuk menjerat Hasto sebagai tersangka.
Namun, saat ini, buktinya sudah diyakini cukup kuat untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka.
"Tentu melalui proses tahapan-tahapan sebagaimana yang sudah diatur di kedeputian penindakan. Baru kemudian diputuskanlah terbit surat perintah penyidikan. Jadi, sebetulnya alasan pertimbangan itu,” kata dia.
Sebagai informasi, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka atas dua kasus dugaan korupsi.
Pertama, kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR RI dan kasus dugaan merintangi penyidikan perkara Harun Masiku.
Dalam kasus suap, Hasto bersama Harun Masiku dan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah, diduga memberikan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, yakni Wahyu Setiawan.
Dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto disebut mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.
KPK juga menemukan bukti, sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu untuk meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR, berasal dari Hasto.
Kedua, soal kasus perintangan penyidikan, Hasto disebut memerintahkan seseorang untuk menghubungi Harun Masiku agar merendam ponsel dalam air dan melarikan diri.
Sebelum diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan lembaga antirasuah.
Selain itu, Hasto juga diduga mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya. (*)