Setelah kejadian itu, korban berupaya untuk melapor ke pihak kepolisian.
Namun, ia merasa tidak mendapatkan tanggapan yang memadai.
"Saya sudah coba lapor polisi, tapi dilempar-lempar terus. Sampai sekarang, belum ada laporan sama sekali," keluhnya.
Pengalamannya menggambarkan betapa sulitnya menangani kekerasan yang terjadi di jalanan, dan menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dalam mencari keadilan.
Insiden ini menjadi cerminan dari meningkatnya tindakan premanisme di berbagai daerah.
Tidak hanya mengancam keselamatan pengemudi di jalan, tetapi juga menggugah rasa empati terhadap korban dan keluarganya.
Dalam era digital ini, kejadian seperti ini menjadi semakin mudah untuk dilihat dan menjadi sorotan publik, namun pada saat yang sama, juga mengingatkan kita akan perlunya tindakan nyata dalam menanggulangi kejahatan jalanan.
Bolehkah ditabrak?
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi dan hukum mengatakan, jika pengemudi mendapat ancaman apakah diperbolehkan main hakim sendiri?
Jawabannya tetap tidak boleh, atau sebisa mungkin jangan dilakukan.
"Pada intinya kita menjujung azas praduga tak bersalah dan tidak boleh main hakim sendiri," kata Budiyanto kepada Kompas.com, Selasa (31/12/2024).
"Saat terdesak dan terancam diusahakan untuk menghindar atau mendekat pada keramaian untuk mendapatkan pertolongan atau apabila memungkinkan segera lapor ke Kepolisian dengan bukti pendukung yang dimiliki," katanya.
"Sedapat mungkin dihindari untuk menabrak orang yang mengancam tersebut," ujarnya.
"Karena apabila ada kesengajaan menabrakan kepada orang (lain) yang mengancam bisa berdampak pada terjadinya tindak pidana baru (Pasl 351 (KUHP), ancaman pembunuhan dan sebagainya)," kata Budiyanto.