Pasalnya, dia mengaku tidak memiliki jaringan untuk dihadirkan sebagai saksi ahli pada sidang tersebut.
Akhirnya, Enika dan timnya menghubungi pihak kampus yaitu Kaprodi Jurusan Hukum Ketatanegaraan Islam UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie.
"Di situ, kami merasa ada beban tersendiri dalam sidang keterangan ahli karena kami mahasiswa tanpa backingan, tanpa back up siapa-siapa, bergerak sendiri."
"Kami tidak memiliki kontak kepada para ahli atau petinggi dan lain-lain yang kami minta tolong untuk menjadi ahli. Jadi kami mengontak salah satu dosen kami yang kebetulan merupakan Sekprodi sekaligus Kaprodi Hukum Tata Negara," katanya.
Enika mengatakan timnya langsung diberi bantuan berupa finansial dan moral serta diberikan kontak ahli yaitu dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona.
Kendati memperoleh bantuan, Enika menegaskan gugatannya ke MK terkait presidential threshold tidak mewakili UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dia mengatakan status dirinya dan tim saat mengajukan gugatan sebagai masyarakat.
"Kami perlu pertegas bahwa apa yang kami kemudian sampaikan terkait gugatan kami tidak mempresentasikan pendapat instansi karena ini adalah pendapat pribadi dan juga mewakili personal kami sebagai masyarakat dan mahasiswa Hukum Tata Negara," jelasnya.
Alasan Enika Dkk Ajukan Gugatan Presidential Threshold usai Pilpres 2024
Enika juga turut menceritakan alasan timnya mengajukan gugatan presidential threshold setelah rangkaian Pilpres 2024 selesai digelar.
Dia mengatakan pihaknya tidak ingin gugatan yang diajukannya ke MK dinilai sebagai gugatan bersifat politis.
Selain itu, Enika tidak ingin hakim MK memutuskan gugatannya dengan adanya tekanan.
"Mengapa mengajukan gugatan setelah pemilu? Kami sendiri berharap bahwa gugatan diajukan setelah pemilu itu akan dianggap ini bukan permohonan politis."
"Sehingga nanti dari Mahkamah Konstitusi, dia saat memutus tidak ada tekanan dari berbagai pihak," katanya.