Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – International Monetary Fund (IMF) melakukan sebuah studi berjudul "Mata Uang Digital dan Konsumsi Energi” yang meneliti konsumsi energi yang digunakan aset kripto, guna mengevaluasi prosedur ideal untuk mengembangkan mata uang digital bank sentral (CBDC).

Dalam studi tersebut, IMF merekomendasikan CBDC perlu lebih ramah lingkungan, untuk membangun sistem pembayaran yang aman bagi lingkungan.

Berbicara mengenai dampak lingkungan dari mata uang digital, IMF juga merekomendasikan untuk menghindari penggunaan aplikasi berbasis proof-of-work (PoW) untuk pembayaran.

Baca juga: Pakistan Naikkan Harga Bahan Bakar untuk Penuhi Persyaratan Pinjaman IMF

“Secara khusus, Bitcoin, aplikasi paling terkenal dari jenis ini, diperkirakan menghabiskan banyak energi (sekitar 144 TWh [terawatt-jam]) per tahun. Meskipun solusi skalabilitas mengurangi biaya energi per transaksi, mereka tidak mengurangi pengeluaran energi secara keseluruhan," ujar IMF, yang dikutip dari Cointelegraph.

IMF juga mengakui bahwa aset kripto non-PoW dapat mengurangi konsumsi energi, dibandingkan sistem keuangan tradisional.

“Potensi aset kripto tanpa izin PoW untuk mengurangi konsumsi energi relatif terhadap sistem pembayaran yang ada berasal dari penghematan energi pada arsitektur pemrosesan inti dan sarana pembayaran pengguna,” tambah IMF.

IMF menyarankan bank sentral untuk merancang CBDC ramah lingkungan. Ini berarti, bank sentral harus memilih platform, perangkat keras, dan teknik desain dengan jejak karbon yang lebih rendah pada saat meluncurkan CBDC.

Baca juga: Ukraina Butuh 5 Miliar Dolar AS per Bulan, IMF Buatkan Rekening Khusus

Selain komponen ramah lingkungan, IMF juga merekomendasikan bank sentral untuk memasukan fitur lain di CBDC, seperti kepatuhan, ketahanan yang lebih tinggi dan kemampuan offline.

Studi tersebut memperkirakan konsumsi energi tahunan sistem pembayaran global mencapai 47,3 Terra Watt hour (TWh), atau menyamai konsumsi energi tahunan Portugal dan Bangladesh.