“Beliau orang besar. Saya banyak mendengar tentang beliau,” ujarnya.
Dia bersedia diajak ngobrol sambil menunggu kedatangan rombongan pengurus PPAD pusat.
Baca juga: Pemilik PO Haryanto Keberatan Larangan Mudik Lebaran, Bisnis Transportasi Bisa Makin Memburuk
“Saya anak orang kampung. Orang tua saya hanya buruh tani. Sesekali kerja sambilan di pasar Kudus. Saya anak keenam dari sebelas bersaudara,” ujarnya membuka kisah.
Orang tua mendidiknya dengan keras. Sejak kecil ia sudah menjadi penggembala sapi milik tetangga, mengarit rumput untuk dijual sebagai pakan ternak, atau berjualan es. Semua ia lakukan untuk menambah penghasilan keluarga.
Lulus SD lanjut ke SMP. Lulus SMP meneruskan ke STM. Nah, sampai di sini ia merasa tidak cocok.
Belum ada bayangan masa depan seperti apa yang kelak ia lalui.
Bertekad mengubah nasib, ia tinggalkan Kudus menuju Serpong di Kabupaten Tangerang (sekarang jadi Kota Tangerang Selatan). Ia menumpang di rumah kerabat dan teman yang lebih dulu merantau.
Batalyon Artileri Arhanud
Tak jauh dari tempat tinggalnya, terdapat Markas Batalyon Artileri Pertahanan Udara 1/Purwa Bajra Cakti (Yon Arhanud 1/Rajawali).
Ia merupakan batalyon artileri pertahanan udara di bawah komando Divisi Infanteri 1/Kostrad.
Seketika Haryanto terngiang cita-cita masa kecilnya untuk menjadi tentara dan mengenakan seragam loreng.
Singkat kalimat, Haryanto pun mencoba melamar masuk TNI-AD tahun 1979. “Alhamdulillah saya lolos, lalu memulai pendidikan Secata di Gombong, Kebumen,” ujarnya.
Lima bulan mengikuti Secata (Sekolah Calon Taruna), Haryanto lulus dan berhak menyandang pangkat Prajurit Dua (Prada). Dikatakan, selama lima bulan di Secata ia –bersama prajurit siswa lain-- digembleng menjadi prajurit tangguh dan pantang menyerah.
Setelah lulus ia ditempat-tugaskan di Batalyon Artileri Pertahanan Udara I/Rajawali Serpong. Tak jauh dari tempat rantaunya.