Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengucapkan terima kasih kepada Mulyadi yang telah mengembalikan rekomendasi ke partai.
Menurut Hasto, sikap kepemimpinan Mulyadi tidak kokoh sehingga mudah goyah dalam dialektika ideologi.
"Padahal apa yang disampaikan oleh Mbak Puan merupakan suatu harapan agar Sumatera Barat jauh lebih baik sebagaimana sejarah telah mencatat dalam tinta emas, kepeloporan para pahlawan Sumbar seperti Moh Hatta, KH Agus Salim, Rohana Kudus, HR Rasuna Said, Moh Natsir, Tan Malaka dll. Beliau para tokoh tersebut adalah para pejuang bangsa, sosok pembelajar yang baik, dan menjadi keteladanan seluruh kader Partai," kata Hasto.
Ia mengatakan sikap Mulyadi tersebut sangat dipahami, karena politik kekuasaan bagi yang tidak kokoh dalam prinsip, hanya menjadi ajang popularitas.
"Bagi PDI Perjuangan menjadi pemimpin itu harus kokoh dan sekuat batu karang ketika menghadapi terjangan ombak, terlebih ketika sudah menyangkut Pancasila," katanya.
Baca: Tolak Rekomendasi PDIP Hanya Didukung Demokrat dan PAN, Sikap Tegas Mulyadi-Ali Mukhni Diapresiasi
Lebih jauh Hasto mengatakan komitmen PDI Perjuangan terhadap Pancasila dan kemajuan Sumbar tidak pernah surut, meski 10 tahun terakhir nampak ada sesuatu yang berbeda.
"Meski Pak Jokowi dan PDI Perjuangan kalah pada Pemilu 2014 dan 2019, kami tetap selalu mendorong Pak Jokowi untuk sering ke Sumbar, dan membangun Sumbar tanpa kecuali. Apakah masyarakat Sumbar akan berterima kasih? Itu nomor kesekian. Yang penting, sikap Partai terhadap Sumbar tidak berubah karena provinsi tersebut memiliki sumbangsih terhadap kepeloporan kemerdekaan Indonesia yang luar biasa. Jadi wajib hukumnya bagi Pak Jokowi dan kader PDIP dukung kemajuan Sumbar, baik ada dukungan maupun tidak!!" katanya.
Menurut Hasto, PDI Perjuangan sangat kagum dengan Sumbar. Salah satunya dari aspek kebahasaan, yakni bahasa Melayu saja.
Sejarah mencatat bagaimana bahasa yang pada tahun 1928 digunakan oleh sebagian kecil masyarakat nusantara, mampu diterima sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, dan diterima oleh semua suku bangsa menjadi bahasa persatuan Indonesia.
"Itu kan hebat. Hal tersebut terjadi karena kepeloporan tokoh nasional Sumatera Barat," katanya.
Selain itu makanan Padang yang diterima secara luas di seluruh Indonesia. Makanan yang diterima secara terbuka, dan oleh masyarakat Indonesia dijadikan sebagai makanan nasional.
"Kalau bahasa dan makanan sudah Go Nusantara, masa mendapat masukan dan harapan agar modal kultural kepeloporan Sumbar untuk lebih Pancasilais, lalu direspons seperti itu, katanya.
"Apa yang disampaikan Mbak Puan merupakan bagian dari dialektika ideologis dan disampaikan dengan baik, dengan lafal Bismillah. Jadi mari kita lihat secara obyektif dan proporsional, dan dijauhkan dari dinamika Pilgub," ujarnya. (tribun network/fik/wly)