TRIBUNNEWS.COM, WONOGIRI - Deklarasi damai yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wonogiri pada Sabtu (26/9/2020) gagal terlaksana hanya gara-gara dua pasangan calon (paslon) 'memperebutkan' kata "nyawiji" yang sama-sama dipakai dalam slogan mereka.
Padahal, KPU sudah menyiapkan rangkaian acara dan kelengkapan kegiatan deklarasi damai bagi dua paslon peserta pilkada itu.
Alhasil kasus ini kemungkinan akan dibawa ke ranah sengketa di Bawaslu.
Baca: Politikus PKS Sarankan Pemerintah Terbitkan Perppu Jika Tak Ingin Hasil Pilkada Digugat
Bagaimana kasus ini bermula, berikut dikutip Tribunnews dari Kompas.com:
Paslon JOSSS Usung Branding Lama
Paslon nomor urut 2, yakni calon petahana Joko Sutopo alias Jekek dan Setyo Sukarno (JOSSS), mengusung slogan "Go Nyawiji Bersama Jekek".
Ketua Tim Kampanye paslon JOSSS, Sriyono, mengatakan kata "nyawiji" sudah lama dipakai sebagai branding Jekek.
Dia khawatir masyarakat merasa bingung karena branding Jekek digunakan oleh paslon lain.
"Kekhawatiran kami karena saat ini fase menanamkan pilihan kepada warga. Sehingga bisa terjadi kerancuan di publik karena kata 'nyawiji' sudah menjadi branding paslon JOSSS," kata Sriyono.
Bicara Soal Etika
Sriyono juga meminta paslon nomor 1, Hartanto-Joko Purnomo (Harjo) mengedepankan etika berpolitik.
"Apalagi hari ini berangkat dari pemilu yang damai. Dalam konteks ini hati kami tidak damai karena ada upaya dari paslon lain yang mengambil tagline JOSSS, yakni kata 'nyawiji',” ungkap Sriyono.
Sementara itu, Jekek menyebut kata "nyawiji" dibuat melalui pengkajian mendalam dan sudah dipakai sejak lama.
Baca: Pengamat Prediksi Pasangan yang Diusung PDIP di Pilkada Surabaya akan Dapat Efek Elektoral Risma
Meskipun belum dipatenkan, ia yakin tak ada satupun paslon pilkada serentak yang menggunakan slogan tersebut.