Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wilem Jonata
TRIBUNNEWS.CO, YOGYAKARTA -- Idarsono, (60), bersama
dua orang warga Ngelusari, Pakem tampak buru-buru menyelesaikan
pekerjaannya membabat padi di sawah miliknya, yang sebetulnya belum
layak untuk dipanen. Ia buru-buru, karena debu vulkanik di dusun itu
mulai turun.
"Saya tadi memanen padi. Ini saya baru saja mau
balik ke posko pengungsian di SMA Johannes de Britto. Saya nggak berani
kalau lama-lama di sini. Takut nantinya bisa kenapa-kenapa. Ini lihat,
debunya itu sudah turun," ujarnya dengan suara nafas terengah-engah,
Jumat, (12/11/2010), pagi, di Dusun Ngelusari.
Panen dini itu dilakukan Idarsono karena dirinya tidak bisa lagi
merawat sawahnya. Semenjak berada di pengungsian, ia belum pernah
memberi pupuk dan menyemprotkan padinya dengan pestisida anti hama.
Makanya, ia terpaksa memanen padinya tiga bulan lebih cepat untuk
menghindari kerugian yang lebih besar.
Idarsono pun pasrah kalau
padi yang dibabatnya itu kualitasnya jauh di bawah standar. Otomatis
harganya juga jatuh di pasaran. Namun, baginya sudah tidak ada pilihan
lain, kecuali memanennya lebih awal.
"Jadi bagaimana lagi, kalau tidak
dipanen bisa rusak semua. Kan ruginya, bisa jadi lebih besar," tutupnya
sembari menggenggam arit dan teko alumunium. (*)[removed]var geo_Partner = 'c4d7df52-5b34-4483-9180-d547a4bba986'; var geo_isCG = true;[removed][removed][removed]
Warga Memanen Padi Lebih Cepat untuk Hindari Debu Vulkanik
Penulis: Willem Jonata
Editor: Tjatur Wisanggeni
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger