Laporan Kontributor Tribunnews.com : Chanry Andrew Suripatty
TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - Berita soal tewasnya Mako Tabuni Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang ditembak oleh Tim Khusus Reskrim Polda Papua, Kamis 14/06 kemarin, ditanggapi oleh rekan Mako Tabuni i.
Sejumlah aktifis KNPB menilai, Polri telah memutarbalikan fakta yang sebenarnya. Salah seorang pengurus KNPB yang namanya enggan diberitakan mengatakan bahwa saat penangakapan Maco Tabuni sama sekali tidak melawan.
"Mako ditembak dengan senjata jenis laras panjang oleh aparat kepolisian yang berbaju preman. Ia sama sekali tidak melakukan perlawanan terhadap aparat, apalagi memiliki senjata api seperti yang dituduhkan aparat keamanan," ujar sumber Tribunnews.com yang namanya enggan diberitakan dengan alasan keamanan.
Dikatakan, Mako Tabuni ditembak saat sedang makan pinang (makanan khas Papua) di daerah Perumnas III bersama beberapa rekannya.
"Mereka datang dan tanpa banyak bertanya, aparat berbaju preman langsung menambak mati Maco, dan kejadian ini dilihat langsung oleh massa KNPB disekitar perumnas III," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Mako Tabuni, Ketua I KNPB tewas ditembak oleh Tim Khusus Reskrim Polda Papua, dalam keterangan Polisi setempat, Maco terpaksa ditembak karena hendak melawan dan berusaha merampas senjata petugas yang hendak menangkapnya.
Akibat kejadian itu, enam butir peluru dimuntahkan ke tubuh Maco Tabuni yang menyebabkan Maco terkapar dan saat dalam perjalanan menuju rumah sakit Bhayangkara Polda Papua, Mako menghembuskan nafas terakhirnya.
Hingga saat ini jenazah Mako Tabuni masih disemayamkan di rumah duka di Jalan Pos 7 Sentani Jayapura, dimana menurut rencana Sabtu 16/06 besok pagi Jenasah Maco Tabuni akan dimakamkan di pemakaman umum Pamolo Sentani.
- Seharusnya Aparat Dilatih Menembak untuk Melumpuhkan
- Presiden Tidak Perlu Turun Langsung ke Papua
- Intelektual Muda Papua Sesalkan Pernyataan SBY
- Mahfudz: Mako Tabuni Bisa Dijadikan Martir Perjuangan
- 80 Persen Pemerintahan di Papua Tak Berfungsi
- Penindakan Kriminalitas di Papua Tak Sesederhana Jakarta