Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Doan Pardede
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Semakin banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Gubenur (Pilgub) Kaltim yang akan datang, tentunya akan menguntungkan pasangan incumbent.
Disatu sisi, masyarakat yang tidak tidak puas dengan kinerjanya memilih tidak memberikan suara (biasa disebut golput atau golongan putih) dan tidak memilih calon yang ada lainnya.
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unmul, DB Paranoan, Jumat (23/8/2013), tinggi atau rendahnya angka golput pada pilgub 10 September mendatang salah satunya tergantung dari hasil evaluasi masyarakat terhadap kinerja pemerintah 5 tahun belakangan.
"Kalau hasil pembangunan yang dihasilkan oleh incumbent selama 5 tahun ini memberikan harapan - harapan, bisa dinikmati, bisa meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat, bisa menikmati pembangunan, tentu partispasinya akan lari kesitu," kata Paranoan.
"Tapi untuk menentukan keberhasilan, ini kan masyarakat juga," tambahnya.
Tingginya angka golput akibat tidak puas dengan kinerja incumbent juga menurut Paranoan merugikan pasangan yang bukan incumbent karena terkena imbas ketidakpercayaan masyarakat. Terkait peluang masyarakat yang tidak puas, apakah akan memilih untuk golput atau memilih calon "baru" yang nota bene masih mengumbar janji 5 tahun kedepan, menurut Paranoan itu tergantung dari bagaimana calon tersebut meyakinkan masyarakat tentang visi dan misinya. Dan menurutnya, masyarakat Kaltim saat ini sudah cukup cerdas untuk menilai mana pemimpin yang benar - benar diharapkan.
"Kalau dia (masyarakat) tidak menikmati ada dua pilihan. Dia memilih pendatang baru atau golput?. Kan ini persoalan. Tapi saya himbau masyarakat Kaltim jangan golputlah. Karena kalau golput, dia tidak bisa ikut menentukan arah pembangunan ke depan," kata Paranoan.
Ia juga tidak memungkiri bahwa kondisi masyarakat Kaltim saat ini masih sangat berpeluang terjadinya money politic. Diharapkan juga, agar masyarakat lebih cerdas bahwa kesejahteraannya 5 tahun kedepan tidak dapat dibeli dengan uang Rp 50 ribu atau 100 ribu.
"Harapan kita jangan ada money politic lah. Tapi melihat kondisi, sistemlah yang menyebabkan adanya money politic. Masyarakat bagaimanalah diiming - imingi, kan dia kan belum sejahtera. Dikasih 50 ribu, 100 ribu, serangan fajar karena masyarakat kita belum sejahtera," kata Paranoan.
Ia juga tidak sependapat bila dikatakan Kaltim minim tokoh - tokoh yang memang diharapkan masyarakat. Dari berbagai elemen masyarakat termasuk akademisi menurut Paranoan cukup banyak. Namun kembali lagi, sistem yang sudah ada tidak memungkinkan hal tersebut.
"Banyak tokoh yang sebenarnya mampu tapi tidak punya jalur," katanya.
"Kalau mau independent ya seperti kita tahu harus punya banyak duit. Kalau dia akademisi darimana?," katanya.
Ia juga yakin, setelah melihat sementara para calon yang ada, pilgub 10 September 2013 mendatang akan berlangsung 1 putaran saja.
"Saya sangat yakin satu putaran saja," katanya.