KH Maman Sesalkan Perusakan Makam Ndoro Purbo
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON- Perusakan makam Ndoro Purbo di Semaki, Yogyakarta merupakan perang budaya. Jika kasus ini tidak diselesaikan, dikhawatirkan makam para Wali yang menyebarkan syiar di Indonesia terancam perusakan kelompok tak bertanggung jawab.
Demikian diungkapkan KH Maman Imanulhaq, penggiat pluralisme dan Ketua Akar Djati, Cirebon, Kamis (19/9/2013). Menurut KH Maman, orang Jawa sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki tradisi ziarah ke makam sebagai penghormatan.
"Ziarah makam bukan kegiatan musyrik yang berlawanan dengan aqidah Islam. Tradisi yang telah menjadi budaya itu harus dihormati dan sekaligus didukung sebagai rasa cinta kepada leluhur," ujar KH Maman.
Ziarah ke makam, menurutnya, merupakan kearifan lokal yang mampu menguatkan pertautan batin sesama manusia ('alaqoh ruh).
Lebih dari itu, mereka yang melakukan ziarah bisa mengambil pelajaran dari perilaku dan tauladan yang dilakukan para pendahulu atau tokoh yang diziarahi. Tradisi itu juga sebagai bentuk dzikir yaitu mengingatkan mereka yang masih hidup suatu saat akan kembali kepada Sang Pencipta.
Penghancuran makam di Yogya oleh kelompok bercadar yang tidak bertanggung jawab tidak mewakili paham Islam yang humanis, dan menghargai tradisi lokal. Mereka adalah kelompok yang memiliki pemahaman Islam yang sangat dangkal, ahistoris dan tidak menerima kenyataan yang ada bahwa Islam tumbuh dalam suatu tradisi Indonesia yang pluralistik.
"Oleh karena itu, saya mengajak kelompok tersebut untuk melihat realitas budaya masyarakat dan membuka seluruh teks-teks keagamaan (Islam) lalu dengan rendah hati serta jujur mengakui bahwa pengrusakan makam itu telah menodai nilai-nilai luhur agama Islam serta mencoreng ukhuwah watoniah (persaudaraan sebangsa)," ujar Maman, Majelis Nasional ANBTI, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika.
Indonesia telah memiliki sejarah percobaan penghancuran Candi Borobudur yang adalah candi terbesar warisan dunia dan memberikan kebangsaan Indonesia.
"Jika bangsa Indonesia sendiri tidak dapat menghargai warisan budaya dari para pendahulunya dengan alasan musyrik, lalu warisan apa yang dapat diberikan kepada generasi mendatang," ujar Maman.
KH Maman sebagai tokoh muda NU meminta PBNU untuk mendesak pemerintah segera mengambil tindakan tegas kepada kelompok-kelompok yang melakukan penghancuran dalam segala dimensinya.
Jika NU tidak berbuat sesuatu untuk menghentikan tindakan anarkis ini yang berkedok menyelamatkan umat Islam dari kemusyirikan, maka NU telah melupakan sejarah awal pendiriannya yaitu mempertahankan paham Islam ahlussunah wal jamaah yang menghargai nilai tradisi dan cara beragama yang menghormati budaya.
Lebih jauh dikhawatirkan akan ada tindakan balasan dari sebagian besar masyarakat yang selama ini menjalankan tradisi ziarah kubur. Ziarah kubur tidak hanya permasalahan penghormatan atas para leluhur, tetapi juga secara tidak langsung menghidupkan ekonomi kerakyatan. Peran PBNU adalah jelas meredam timbulnya konflik horizontal di tengah masyarakat.
Dengan demikian PBNU akan mampu memunculkan kembali keyakinan manusia bahwa agama adalah energi untuk perubahan berdasarkan perdamaian bukan sebagai alat kebencian dan perpecahan.
"Di sinilah letak esensi kehadiran PBNU sebagai soko guru berdirinya Republik Indonesia yang punya falsafah Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Apa yang akan diperbuat oleh NU, jika mereka mengetahui makam para Wali akan dihancurkan oleh kelompok Islam yang tidak bertanggung jawab yang bertindak atas nama perlawanan terhadap kemusrikan. Para ulama NU harus segera mengambil sikap sebelum semua warisan budaya dihancurkan," kata KH Maman.
Sebagai kader NU, KH Maman meyakini bahwa PBNU bukan sekedar singkatan dari pengurus besar Nahdatul Ulama tetapi juga singkatan dari Pancasilan Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. (*)