News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengungsi Korban Longsor Pekalongan Terpaksa Minum Air Hujan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi. Jalan antara Watukumpul dan Comal terputus di Cikadu. Hal ini terkait longsor yang terjadi sejak sepekan lalu.

Laporan Wartawan Tribun Jateng Hermawan Endra

TRIBUNNEWS.COM, PEKALONGAN - Sebanyak 137 jiwa warga Desa Guguran, Kelurahan Bojongkoneng, Kecamatan Kandangserang, Kabupaten Pekalongan, tinggal di tenda-tenda pengungsian sejak 2 Februari silam.

Mereka tinggal di tenda pengungsian lantaran desa mereka hilang dihempas tanah longsor.

Jarak tenda pengungsian dengan bekas rumah-rumah mereka, hanya sekitar 200 meter. Namun, kondisi kebutuhan sehari-hari sangat memprihatinkan.

Mereka tak memiliki stok air bersih, sehingga warga menampung air hujan untuk kebutuhan sehari-hari.

Pantauan Tribun Jateng, Sabtu (8/2/2014), tampak beberapa tenda pengungsian itu dihiasi oleh perabot berbagai ukuran untuk menampung air hujan.

Para pengungsi, meletakkan alat penampung di bawah aliran air yang jatuh dari atap tenda pengungsian mereka. Namun, anehnya, tak ada tampak MCK di lokasi pengungsian itu.

Patimah (38), pengungsi di tenda itu mengatakan, rumahnya yang ditempati sejak ia lahir sudah musnah terkena longsor. Kekinian, para pengungsi mengharapkan air hujan untuk kebutuhan minum, mandi, cuci dan masak sehari-hari.

Ibu satu anak itu berharap, ada bantuan air bersih kepada para pengungsi di lokasi itu. Karena pilihannya adalah, selain menampung air hujan, warga harus mengambil air ke aliran sungai yang berjarak sekitar 500 meter dari tenda pengungsian.

Jarak perkampungan mereka sekitar 1 jam perjalanan dari Kantor Pemkab Pekalongan.

Untuk keperluan MCK, biasanya Patimah mencari tempat sepi sambil bawa ember air hujan. "Mandi sehari sekali, biasanya kalau sore saja," tuturnya.

Kalau hujan, kondisi tenda pengungsi makin becek dan berlumpur karena beralas tanah. Tapi di sisi lain, pengungsi bisa tadah air hujan untuk keperluan sehari-hari.

Tuianah (55), pengungsi lainnya, juga mengaku sulit tidur selama dua pekan tinggal di tenda pengungsian. Dia punya anak balita bernama Rizki Danil Maulana (4) terpaksa ikut mengungsi karena rumahnya roboh.

Tempat tinggal mereka di pengungsian dikelilingi semak sehingga banyak nyamuk. Mereka kebanyakan adalah para petani dengan garapan di sekitar tempat tinggal lama yang kini sudah rata dengan tanah. "Anak saya rewel terus kalau malam, soalnya banyak nyamuk," keluh Tuianah.

Selain itu, tenda yang hanya beratapkan kain terpal itu tak mampu menahan hawa dingin yang datang kala malan hingga dini hari.

"Satu minggu di sini kayak satu tahun rasanya," ujar Tuianah. "Kami ingin pemerintah bantu untuk relokasi ke tempat yang layak. Karena rumah-rumah kami telah musnah tertimpa longsor," katanya penuh harap.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini