TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Penutupan lokasi prostitusi Dolly, menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, bukan semata-mata karena masalah halal-haram atau surga-neraka.
Namun, Risma melihat ada praktik penindasan dan perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan pihak tertentu kepada para pekerja seks komersial (PSK).
"Soal penyebaran penyakit, di lokasi prostitusi itu pasti, saya tidak bicara surga-neraka atau halal haram, tapi ada praktik penindasan di sana," kata Risma, Jumat (21/3/2014).
Praktik penindasan yang dimaksud Risma adalah saat para PSK diikat dengan skema utang yang tidak masuk akal dan merugikan para PSK.
"Tujuannya ya agar mereka tetap bekerja di sana, dan tidak bisa lari," ujar Wali Kota.
Terkait masalah surga dan neraka, itu tugas para tokoh agama yang memperingatkan. Dia sebagai pemimpin hanya menjamin warganya hidup aman dan nyaman tanpa ada praktik tindas-menindas.
Dari hasil pendataan yang ada, saat ini ada sekitar 1.080 PSK di kompleks Dolly yang masih beroperasi. Mereka aktif di puluhan wisma dengan sekitar 300 lebih mucikari.
Pemkot Surabaya menargetkan sebelum bulan puasa atau sekitar Juni mendatang lokasi prostitusi yang pernah disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara itu harus sudah ditutup.