TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Prof Edi Yuwono, Ph.D. dihukum bersalah terkait kasus korupsi menyalahgunakan dana corporate social responsibility (CSR) PT Aneka Tambang (Antam) Persero senilai Rp 2,1 miliar.
Dia dihukum pidana dua tahun dan enam bulan plus denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Hukuman serupa berlaku untuk dua mantan anak buah Prof Edi, yakni mantan Pembantu Rektor IV Unsoed, Budi Rustomo, dan Kepala UPT Percetakan Winarto Hadi.
"Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Erintuah Damanik, Kamis (4/3/2014) malam.
Para terdakwa terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang sebagaimana dalam pasal 3 UU Korupsi.
Selain itu, para terdakwa juga dibebani biaya pengganti kerugian negara sebagaimana pasal 18 dan perbuatan bersama-sama dan berlanjut, pasal Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Sementara biaya pengganti yang harus ditanggung para terdakwa satu Prof Edi sebesar Rp 133.702.100, terdakwa 2 Budi Rustomo Rp 81.300.000, dan terdakwa tiga Winarto Hadi Rp 135.212.000.
"Jika tidak membayar dalam tempo satu bulan setelah memiliki kekuatan hukum tetap, semua harta bendanya akan dilelang. Jika terpidana tidak cukup uang untuk membayar, masing-masing akan dipidana satu tahun penjara," tambah hakim.
Hakim sependapat dengan jaksa bahwa para terdakwa bersama-sama menyelewengkan dana CSR dengan memalsukan penerima bantuan.
Sedianya, bantuan ditujukan untuk pemberdayaan masyakat melalui pengembangan perikanan, peternakan, dan pertanian terpadu di bekas tambang pasir besi di Pantai Ketawang, Desa Munggangsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo.
Bantuan CSR dikelola oleh Tim 9 atau yang biasa dikenal dengan Walisongo. Tim itu berada di bawah penanggung jawab Edi Yuwono. Sementara itu, Budi Rustomo merupakan koordinator proyek, dan Winarto Hadi membantu mengurus percetakan.
Total bantuan CSR adalah Rp 5,8 miliar. Namun, diduga telah terjadi penyelewengan dana senilai Rp 2,154 miliar dari beberapa program CSR yang tidak terealisasi. Salah satunya adalah pembangunan pos kamling, pembuatan kandang sapi, pembuatan kamar mandi umum.
Selain itu, pelaksanaan program CSR tidak sesuai kerangka acuan kerja (KAK). Tak hanya pelaksanaan program, Unsoed diketahui tidak menggunakan dana CSR sesuai ketentuan acuan. Sebagian dana CSR juga tak memiliki peruntukan yang jelas. Di antaranya, dana digunakan untuk membeli mobil operasional dengan atas nama pribadi, menyewa rumah yang tak sesuai peruntukan, dan jumlah honor yang tak wajar untuk petugas.
Atas putusan ini, para terdakwa langsung menyatakan sikap untuk menolak putusan dan menyatakan banding. Sementara jaksa menempuh upaya pikir-pikir.
Terpisah, Penasehat Hukum Prof Edi, Sugeng Riyadi menilai putusan hakim tidak mempunyai dasar yang kuat. Pihaknya menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan kliennya itu bukan persoalan pidana, namun perdata.
"Kami banding. Jelas, bahwa ini persoalan perdata. Selain itu, masa tenaga profesor dihargai dengan tenaga tukang batu, kan beda," ujarnya, usai sidang. (Nazar Nurdin)