Laporan Tim Liputan Khusus Surya
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kisah penyelamatan nyawa dua tenaga kerja Indonesia (TKI), Satinah dan Wilfrida Soik, menjadi berita besar di pekan pertama April 2014.
Kisah pertama tentang Satinah yang akhirnya lolos dari huikuman pancung di Arab Saudi.
Penyelamatan warga Ungaran Barat, Semarang, ini sempat me-ngaduk-aduk emosi dan keprihatinan besar.
Solidaritas penggalangan dana, muncul di mana-mana untuk membantu pembayaran uang diyat (uang ganti hukuman) yang mencapai 7 juta real atau setara Rp 21 miliar.
Tepat di hari terakhir tenggat waktu, 3 April lalu, uang tebusan itu diserahkan kepada keluarga korban, mantan majikan yang tewas di tangan Satinah. Hari itu juga, Satinah dinyatakan bebas dari hukuman pancung.
Empat hari kemudian, giliran Wilfrida Soik, TKI asal Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berhasil di selamatkan dari hukuman mati, Senin (7/4).
Bedanya, penyelamatan Wilfrida tidak sampai menimbulkan gerakan pengumpulan dana keprihatinan. Penyelamatan Wilfrida dilakukan melalui tarung tim pengacara di pengadilan.
Sukses penyelamatan Satinah dan Wilfrida itu disambut senyum keluarga dan jutaan masyarakat, terutama mereka yang ikut menggalang berbagai aksi solidaritas.
Kabar lolosnya Satinah dan Wilfrida juga disambut senang para keluarga TKI lain, yang masih berjuang untuk bisa lolos dari pancung dan vonis mati.
Mereka berharap, saudara dan orangtua mereka yang kini menghuni penjara-penjara di negeri seberang bisa selamat dari hukuman pancung.
"Kami selalu merinding saat ingat adik (yang divonis pancung)," tutur Siti Halimah, warga Desa Martajasah, Bangkalan, saat Surya bersilaturrahmi ke rumahnya, Selasa (8/4/2014).
Halimah, merupakan kakak dari Zainab, TKI yang juga terancam hukuman pancung di Arab Saudi.