TRIBUNNEWS.COM,BANYUMAS- Luncuran material lava pijar Gunung Slamet telah membakar wilayah savana atau hutan berupa rerumputan kering yang berada di sekitar puncak hingga jarak 4 kilometer dari kawah.
"Memang benar, pada Rabu (8/9) malam antara pukul 20.00-24.00 di kawasan hutan savana, tepatnya di sekitar jalur pendakian di Pos 5 sudah terbakar setelah terkena lava pijar dari kawah puncak Gunung Slamet," kata Ketua Gabungan Pecinta Alam Gunung Slamet (Galas), Bambang Hariyanto, Kamis (11/9).
Namun, lokasi pos 5 tersebut masih berada pada radius aman sekitar 1,5 kilometer dari puncak.
"Kami bersama tim SAR Kabupaten Tegal terus melakukan pemantauan aktivitas secara visual. Kondisi saat ini, suara dentuman terdengar semakin kuat dan luncuran lava pijar terus menjauh dari puncak," ungkapnya.
Dia menjelaskan, hutan savana yang telah terbakar berada di sisi lereng bagian utara, berada di sekitar batas vegetasi Gunung Slamet yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari puncak yang terbakar.
"Sampai Kamis (11/9) sore, titik api semakin meluas, kondisi diperparah dengan hutan yang mengering selama musim kemarau sehingga tumbuhan kering mudah terbakar," katanya.
Humas Search and Rescue (SAR) Tegal-Slawi (Galawi) Rescue Arif Rachman menyatakan, sudah ada laporan dari warga di Dusun Sawangan, Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa, Brebes bahwa api yang membakar hutan savana sudah semakin meluas hingga ke Pos 4 atau sekitar empat kilometer dari puncak Gunung Slamet.
"Api terus menjalar semakin luas, penduduk di beberapa desa di kecamatan Bumijawa sudah bersiap mengungsi, menunggu imbauan mengungsi dari pemerintah setempat, BPBD atau Basarnas," ungkapnya.
Gunung yang berada di lima kabupaten di Jawa Tengah yakni, Banyumas, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Kabupaten Brebes dan Purbalingga itu terus mengalami peningkatan aktivitas vulkaniknya dalam 24 jam terakhir.
Menurut laporan dari Pos Pengamatan Gunung Slamet di Gambuhan, Pemalang Kamis (11/9) antara pukul 24.00-06.00, pengamatan secara visual kondisi cuaca terang, angin tenang dan kawasan puncak tertutup kabut..
Saat terang teramati 25 letusan asap cokelat hitam tebal dengan ketinggian 400 - 1.500 m dari puncak. Selain itu, terdengar 26 kali suara dentuman dan 28 kali suara gemuruh sedang hingga kuat.
"Terjadi sebanyak 48 kali gempa letusan dan gempa tremor terus menerus selama 24 jam," kata Ketua Pos Pengamatan Gunung Slamet di Gambuhan Pemalang, Sudrajat.
Dia menambahkan, aktivitas vulkanik Gunung Slamet Kamis (11/9) antara pukul 06.00-12.00, secara visual cuaca terang angin tenang, namun pada puncak terhalang kabut.
Saat cerah, kata dia, teramati 9 kali erupsi abu tebal hitam kecoklatan tinggi 500 - 1.000 meter dari puncak.
"Dalam enam jam terakhir, teramati 5 kali lontaran material lava pijar atau erupsi yang tipe Strombolian dengan jarak luncur sekitar 1.300 meter dari puncak," ungkapnya.
Luncuran material lava pijar itu, kata Sudrajat, telah membakar kawasan hutan (semak belukar) sisi sebelah timur dalam radius 100-700 meter dari puncak.
Dari sisi kegempaan, terdengar 6 kali suara gemuruh dan 9 kali suara dentuman dengan kekuatan sedang sampai kuat.
"Dalam rentang waktu enam jam terakhir, dari sisi kegempaan tercatat 12 kali gempa letusan dan 101 kali gempa hembusan," jelasnya. Selain gempa hembusan dan letusan, gunung terbesar di Jawa Tengah itu kembali mengeluarkan 1 kali gempa tremor harmonik.
Dentuman keras ini pun tak jarang membuat sejumlah warga kaget. Namun tetap saja warga penasaran ingin melihat langsung.
"Penasaran, ingin lihat Gunung Slamet. Saudara di Magelang telepon kalau mereka cemas dengan pemberitaan yang ada. Saya malah disuruh ngungsi ke sana. Makanya, saya ke Pos Gambuhan untuk melihat sendiri," jelas pengunjung dari Desa Bentar, Kecamatan Belik, Pemalang, Sulistiowati.
Dia bersama suami dan cucunya, Muhammad Alvino (2) melihat letusan abu dan beberapa kali mendengar dentuman keras.
"Liat unung, duer. (Lihat Gunung Slamet suaranya duer," kata Alvino.
Pantauan Tribun Jateng, kemarin siang, terdapat letusan abu Gunung Slamet. Selang beberapa saat selepas letusan abu terdapat dentuman.
Suara dentuman ini bak mercon apabila bunyinya ringan tapi apabila keras bak suara meriam.
Pada siang hari, letusan abu dan dentuman terjadi sekitar 5 menit sekali. Dan, tidak setiap letusan abu disertai dengan dentuman.
Kepala Sub Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api Wilayah Barat PVMBG, Hendra Gunawan menerangkan, terkait dengan hal ini, masyarakat diharap tetap tenang.
"Masyarakat agar tidak panik dan menjauhkan isu yang tidak jelas sumbernya. Tetap memperhatikan arahan BPBD," jelasnya.
Pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Slamet, Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Sukedi menambahkan, ada peningkatan aktivitas magma.
Di antaranya, terjadi letusan abu vulkanik yang diikuti suara dentuman. Bahkan suara dentuman hingga terdengar sampai radius 17 km.
"Suara dentuman mengetarkan kaca rumah," tambahnya.
Camat Pulosari, Pemalang, Wibowo menerangkan, kondisi akhir meningkatnya Gunung Slamet, terjadi dentuman keras sekali.
"Masyarakat jangan menjadikan resah. Kami mengimbau warga tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa namun tetap waspada," jelasnya.
Menurutnya, telah disiapkan jalur evakuasi pada 7 desa. Di antaranya, Siremeng, Clekatakan, Batursari, Penakir, Jurangmangu, Gambuhan, Gunung Sari.
"Total ada 9.221 KK dan 34.120 jiwa," jelasnya.
Untuk pokso pengungsian ada di beberapa tempat. Di antaranya, Desa Karangsari yakni di Lapangan Dukuh Pasuruan dan SMP Negeri 2 dan di Desa Gombong Kecamatan Belik.
"Di posko pengungsian Desa Pasuruan dapat menampung 16.000 jiwa dan di Desa Gombong bisa menampung 18.000 jiwa," jelasnya.
Hendra menambahkan, status Gunung Slamet masih dalam level III atau Siaga.
"Status masih siaga, batas jangkauan aman di luar 4 km," katanya.