TRIBUNNEWS.COM, RATAHAN - Dampak musim kemarau mulai dirasakan warga Minahasa Tenggara. Terutama yang mendiami perbukitan mulai mengalami kesulitan air bersih.
Berkurangnya pasokan air menyebabkan Petani Sawah tadah hujan terancam gagal panen. Marku, warga Desa Tumbak mengatakan, warga terpaksa mengambil air dari sungai.
Air proyek yang selama ini digunakan warga sudah tak jalan sejak pekan lalu. "Kini kami pakai air sungai untuk minum serta mandi,'' kata dia.
Sesungguhnya, kata Marku, air sungai itu tak layak di minum karena sudah berwarna coklat. Selama ini, warga menggunakan air Sungai untuk mencuci pakaian. "Kami terpaksa meminumnya, dari pada kehausan," tuturnya.
Di Wioi, banyak sumur warga kering. Kerumunan warga yang antre air nampak di beberapa sumur.
Engko, pemilik sumur memperkirakan sumurnya hanya akan tahan dua pekan."Saat ini saja, volumenya sudah jauh berkurang, warga yang datang semakin banyak," kata dia.
Imbas berebut jatah air, sejumlah Petani di Desa Tetengesan berselisih paham.
Mereka menggunakan bendungan yang memang debit airnya sudah kurang semenjak rusak beberapa waktu lalu. Kekeringan membuat debit air semakin berkurang.
Informasi yang dihimpun Tribun Manado, perselisihan antar petani sudah biasa terjadi, namun kali ini lebih parah. Sejumlah Petani mengarahkan arus air ke Sawahnya, hingga memicu kecemburuan Petani lain.
Di Desa Touluaan, tanah di sejumlah Sawah tampak pecah - pecah. Tanaman Padi di atasnya nampak sekarat, berwarka coklat tua. Angki, Petani setempat menakutkan terjadinya gagal panen.
Angki, mengatakan, sawah di Desa tersebut adalah tadah hujan, hingga semata bergantung pada air hujan. Belum terpikir olehnya untuk beralih ke komoditi lain. Cuaca terik juga menyebabkan jalan-jalan di Ratahan tertutup debu.
Lebih-lebih jalan di wilayah Pangu serta Gunung Potong yang tengah diperbaiki. Berbagai upaya dilakukan pengendara jalan untuk melindungi diri dari debu. Paling gres mereka memakai masker.
Yola, apoteker sebuah apotek di Ratahan mengaku, setiap hari kehabisan stok masker. Padahal, ratusan masker ia jual setiap harinya. "Masker sangat laku, saat ini tengah kami lagi tunggu stok masker dari Manado," tuturnya.
Sementara itu, di Kota Tomohon warga mulai kesulitan memperoleh air bersih. Di Tinoor misalnya, masyarakat kini hanya sedikit mendapat pasokan air, akibat sumber air di penunungan mulai berkurang.
`Ada dua sumber mata air dipegunungan yang diandalkan masyarakat disini untuk mencukupi kebutuhan air bersih setiap harinya. Tapi, mulai berkurang distribusinya, karena selain terjadi penyumbatan jaringannya, juga karena debitnya mulai berkurang," keluh Jhony Mamangkey, warga Tinoor II, Kecamatan Tomohon Utara, kemarin.
Sebenarnya masyarakat juga kata dia mengandalkan distribusi air dari PDAM. Hanya memang air dari instansi ini harus dibayar. "Karena pasokan air berkurang dari sumber utama, maka saya juga bingung untuk mencukupi kebutuhan di rumah baik untuk memasak maupun mencuci. Mandi pun saya dan warga lainnya sudah sangat jarang, '' ujarnya.
Karena pasokan air bersih kurang, untuk mencukupi kadang ia harus meminta warga lainnya yang memiliki pasokan air lebih dengan sumber lainnya di pegunungan.''Harus antre dengan galon dan ember di rumah tetangga yang memiliki pasokan air bersih lebih. Kalau tidak mencukupi, kadang harus pergi jauh ke sungai meski sumbernya kotor," tegas Jhony.
Kekurangan air dialaminya sejak waktu dua bulan terakhir, dan sejauh ini masih minim perhatian dari pemerintah.(art/war)