TRIBUNNEWS.COM. BANDAR LAMPUNG - Gubernur Lampung M Ridho Ficardo mengaku kaget melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung tentang jumlah angka impor gula untuk Lampung. Namun, Ridho tak ingin buru-buru memberi tanggapan.
Ia mengatakan akan mempelajari dulu masalah impor gula di Lampung.
Ridho menyarankan agar Tribun meminta penjelasan tentang impor gula kepada Sekretaris Provinsi Lampung Lampung Arinal Djunaidi. "Coba tanya ke sekda," ujar Ridho singkat.
Diketahui, BPS Provinsi Lampung mencatat impor gula ke Lampung hingga September 2014 mencapai 449.686.000 kilogram (kg). Nilai transaksi impor ini mencapai 190 juta dolar Amerika Serikat.
Kepala Statistik Niaga dan Jasa BPS Provinsi Lampung Eddy Prayitno mengatakan, impor gula terbanyak adalah gula pasir. Hingga September, impor gula pasir tercatat 440.646.000 kg.
Arinal mengatakan, impor gula memang diperbolehkan kepada perusahaan yang bergerak di usaha tebu atau gula. Namun, impor gula ini bukan untuk konsumsi masyarakat. Pemprov Lampung sendiri sudah menerbitkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 59 Tahun 2014 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor di Provinsi Lampung.
"Sudah ada pergub yang mengatur barang-barang yang ada produknya di Lampung. Ini utnuk mencegah inflasi atau spekulasi lainnya. Jual beli antarpulau atau impor harus ada persetujuan guberbur. Tidak hanya gula, tapi juga daging, beras, dan lainnya," kata Arinal, Kamis malam.
Pembatasan barang dari luar Lampung ini, kata Arinal, sudah dikomunikasikan dengan pihak bea dan cukai serta pelabuhan. "Semua komoditas yang stoknya ada di Provinsi Lampung, harus dibatasi," katanya.
Impor gula yang diperbolehkan, sambung dia, hanya untuk rafinasi yang kembali diolah, seperti di perusahaan-perusahaan minuman. Pengimpornya pun pengusaha yang bergerak di bidang perkebunan tebu. "Di luar itu tidak diperbolehkan. Kalau itu dilakukan menyalahi aturan," tegasnya.
Arinal mengatakan, Lampung sebagai salah satu daerah penghasil gula terbesar nasional semestinya tidak mengimpor gula untuk konsumsi masyarakat. Arinal pun menampik, jika impor gula diberikan kepada pengusaha karena gula lokal lebih banyak diekspor ke luar negeri.
"Tidak (bukan karena gula kita diekspor). PTP itu mengalami kerugian luar biasa, karena masalah harga, silakan kroscek. Prinsipnya pergub itu menghindari mudahnya barang luar yang ada produksi di Lampung," jelasnya.
Meski begitu, Arinal mengakui gula impor yang masuk ke Indonesia, pada dasarnya rafinasi, diedarkan juga ke masyarakat. Sehingga, ini menghancurkan perekonomian Indonesia.
Masyarakat, kata dia, juga tak bisa disalahkan karena cenderung membeli barang yang harganya lebih murah. "Masyarakat cenderung beli yang lebih murah sehingga gula impor rafinasi banyak beredar," bebernya.
Arinal berjanji akan meninjau ulang perusahaan pengimpor gula untuk rafinasi. "Harus ditinjau pengusaha yang diberi hak impor," ujarnya.