Laporan Wartawan Pos Kupang, Alwy
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Usaha periklanan keluarganya bangkrut, hidup Zakia Maharani (21) berubah 180 derajat. Orangtuanya bercerai, Zakia dan adik bungsungnya memilih menginduk ibunya. Sementara hidup bapaknya tak ada yang menemani.
Setelah jatuh miskin, Zakia harus ikut membantu meringankan ibunya mencari nafkah. Ia teringat Selfi, teman yang pernah menawarkannya sekali kerja dengan komisi Rp 20 juta. Demi menyambung hidup, Zakia menerima pekerjaan barunya sebagai kurir narkoba.
Zakia ingat, dulu bersama keluarganya setiap tahun ke luar negeri untuk berlibur. Kali ini, ia juga masih bisa terbang dari Jakarta-Bangkok-Singapura-Dili-Kupang-Surabaya-Yogyakarta-Jakarta bukan untuk berlibur, tapi mengantar narkoba milik warga Nigeria.
Ia juga pernah menggunakan rute lain, yakni Jakarta-Bali-Dili-Surabaya-Yogyakarta-Jakarta. Sekali mengambil dan mengirim sabu membutuhkan waktu satu hingga dua minggu, tergantung situasi di lapangan. Rute perjalanannya tak melulu lewat udara.
Terkadang, Zakia pernah dari Dili ke Kupang dan Surabaya hingga Jakarta menempuh jalan darat menumpang angkutan travel. Sementara rute Kupang-Surabaya menggunakan transportasi laut, empat hari tiga malam lamamya.
"Untuk barangnya selalu saya ambil pada satu perempuan keturunan Tionghoa yang mengaku bernama Lisa," ujar gadis mungil berkulit putih itu kepada Pos Kupang (Group Tribunnews.com), Kamis (8/1/2015).
Tiap kali operasinya lancar, Zakia mengantongi Rp 20 juta. Ibunya tak pernah curiga muasal uang putrinya. Zakia kerap berdalih uang untuk makan sehari-hari, kuliah dan sekolah adiknya, pemberian sang pacar yang kerap mengajaknya ke luar negeri.
Beberapa kali lolos dari pemeriksaan pihak imigrasi di bandara, Zakia sempat keheranan. Padahal di dalam tas kopernya berisi dua kilogram sabu jenis kristal. Bawaannya lolos begitu saja saat check in di Bandara Bangkok dan Bandara Dili.
Berakhir di Mota’ain
Kali ini, setelah diminta Selfi untuk menjemput sabu ke Dili, Timor Leste, Zakia merasa aneh. Badannya tidak dalam kondisi fit, begitu juga perasaannya. Piring dan gelas di rumahnya pecah. Bantal, temannya selama perjalanan lupa dibawa.
Sudah tiga kali Zakia mengambil dan mengirim barang haram itu di Dili, tapi tak satupun petugas imigrasi memeriksanya di pintu perbatasan Timor Leste-Indonesia di Mota'ain. Kali keempat, Selasa (25/11/2014), petugas mendapati sabu di tasnya.
“Saat kendaraan travel rute Dili-Kupang berhenti di pos perbatasan, petugas Bea dan Cukai menggeledah tas bawaan kami. Isi tas berisi sabu ketahuan. Petugas menangkap dan membawa saya ke kantor polisi," kisah Zakia.
Seorang perempuan, buruh migran di Hong Kong, Eka namanya, baru saja ditangkap di hari yang sama. Dari pemeriksaan, tasnya berisi sabu seberat dua kilogram. Eka teridentifikasi sebagai kurir narkoba jenis sabu milik warga Nigeria.
Zakia baru mengetahui, dirinya bukan satu-satunya tukang jemput antar sabu milik gembong narkoba yang masih diburu petugas. Eka, perempuan satu sel tahanan bersama Zakia di Polda NTT, ternyata bekerja untuk bos yang sama.
"Saya terpaksa menjadi kurir narkoba karena usaha periklanan keluarga saya bangkrut. Sehingga saya tak punya pilihan lagi, selain menerima tawaran teman saya untuk mengambil dan mengantar narkoba hingga tempat tujuan," akunya.
Masih Ada Hikmah
Tersuruk di sel tahanan gara-gara narkoba, mengubah hidup Zakia. Di balik kesulitannya, selalu menyisakan hikmah buatnya dan keluarga. Bapaknya yang dulu lebih memerhatikan hidupnya sendiri, tiba-tiba berubah menjadi sayang keluarga.
“Selain rajin beribadah, bapak saya sudah berbaikan lagi dengan ibu dan memberi nafkah bagi ibu dan adik saya. Tak hanya itu, adik saya yang biasa bandel kini menjadi penurut," cerita Zakia yang kini getol puasa sunah Senin-Kamis dan salat Tahajud.
Orangtuanya sempat tak menyangka Zakia selama ini bekerja sebagai kurir narkoba internasional. Mereka dikagetkan setelah Polda NTT membawa Zakia ke orangtuanya yang tinggal di Jakarta, untuk menjerat warga Nigeria keluar dari persembunyiannya.
Ibunya, sedang mengusahakan menjual makanan khas Palembang di Kupang, bermodal rumahnya di Jakarta dikontrakkan. Alasannya, agar bisa dekat dengan Zakia, putri yang paling dekat dengan ibunya.
Sementara adiknya ikut si bapak, sekaligus melanjutkan SMA di Jakarta. Zakia berdoa, kelak setelah bebas, meneruskan kuliahnya yang sudah semester sembilan jurusan hukum pidana, universitas swasta di Jakarta.